Selamat Datang di Beta pung Blog : Kekuatan Komunikasi

Selamat Datang di Beta pung Blog : KEKUATAN KOMUNIKASI

Rabu, 03 Juli 2013

Keberadaan orang Maluku di Belanda


Sejarah
KNIL Ambon
Pada 1951, sekitar 12.500 Maluku diangkut dari Jawa ke Belanda. Mereka sebagian besar prajurit yang telah bertugas di tentara kolonial Belanda (KNIL), dan anggota keluarganya. Setelah penyerahan kedaulatan dan pembubaran KNIL, pihak Indonesia, Belanda dan tentara Maluku tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai demobilisasi mereka. Akhirnya, diputuskan untuk memindahkan tentara Maluku sementara ke Belanda. Ternyata bagi sebagain mereka sangat tidak mungkin untuk kembali ke Indonesia.
Maluku terkenal dengan kakayaan rempah-rempahnya dan menjadi produk ekspor maluku selama berabad-abad, namunSetelah harga rempah-rempah anjlok (di akhir abad kesembilanbelas), tenaga kerja manusia menjadi produk ekspor utama. Terutama melibatkan komunitas kristen. Orang Ambon, atau Maluku yg akan disebut kemudian, dipekerjakan di seluruh Hindia-Belanda sebagai pegawai negeri, guru, asisten pendeta atau prajurit tentara Hindia Belanda (KNIL). Maluku dalam KNIL memegang posisi istimewa untuk waktu yang lama. Mereka berjuang bersama Belanda melawan Jepang selama Perang Dunia II. selama perang mempertahankan kemerdekaan banyak orang maluku yg bergabung dengan KNIL.
Setelah penyerahan kedaulatan, KNIL dibubarkan. Para prajurit Maluku ditawari pilihan antara pemindahan tempat atau bergabung dengan tentara Indonesia yang baru. Beberapa memilih pilihan yang terakhir, sementara yang lain menolak untuk membuat pilihan. sekitar 12.500 orang Maluku tiba di Belanda pada tahun 1951. Kedatangan mereka adalah solusi sementara untuk masalah-masalah politik di Indonesia yang berkembang setelah penyerahan kedaulatan dan pembubaran tentara kolonial Belanda (KNIL).
karena diperkirakan hanya sementara, orang2 Maluku diberi tempat tinggal di kamp-kamp terpencil. Namun ternyata, pengembalian ke Indonesia terbukti tidak mungkin. Dari tahun 1956 dan seterusnya, Belanda membuat kebijakan yang ditujukan untuk pengintegrasian komunitas maluku: Aturan swadaya/The self-support rule diperkenalkan dan kawasan baru dibangun untuk komunitas Maluku.
KNIL Ambon di Belanda
Tahun 1960-an dan 1970-an merupakan masa-masa radikal. Kasus pembajakan yang terjadi menyebabkan banyak ketegangan antara komunitas masyarakat Maluku dan Belanda. Pada 1980-an, fokus bergeser terhadap isu-isu sosial seperti pekerjaan, kesejahteraan dan pendidikan.
Selama beberapa dekade terakhir, semakin banyak Maluku sudah mulai mengunjungi daerah asalnya Maluku. Ini telah memberikan dorongan baru bagi pengalaman tradisi Maluku di Belanda, khususnya di kalangan pemuda generasi ketiga dan keempat.
Setelah beberapa tahun, pemerintah memutuskan bahwa Maluku harus sekarang dapat mendukung dirinya secara finansial. Pada saat itu, banyak dari mereka yang sudah bekerja, kebanyakan di pabrik-pabrik. Aturan swadaya didirikan pada tahun 1956. Aturan tersebut menyatakan bahwa orang harus mampu menghidupi diri sendiri. Hanya jika ini tidak berhasil, pemerintah akan memberikan dukungan.
De Kemp
Salah satu simbol dari aturan swadaya adalah dapur individu yang mengambil alih tempat dapur umum. Masyarakat Maluku meluncurkan protes keras terhadap aturan swadaya. Mereka menganggap pemerintah bertanggung jawab atas kehadiran mereka, dan dengan demikian juga untuk biaya yang dihasilkan.
Pada akhir 1950-an, pemerintah memutuskan bahwa masyarakat Maluku harus mengintegrasikan lebih penuh ke dalam masyarakat Belanda. opsi kembali ke Maluku tidak lagi diharapkan.
Bagian dari kebijakan baru ini memindahkan komunitas Maluku dari kamp ke bangsal baru. Integrasi Maluku adalah untuk mengambil tempat dalam kelompok. Bangsal dibangun di desa-desa dan kota, sehingga memungkinkan untuk kontak lebih lanjut antara Maluku dan Belanda. Appingedam Maluku adalah bangsal pertama yang selesai. Lebih dari enam puluh bangsal adalah untuk mengikuti tahun-tahun berikutnya. Menutup kamp-kamp memang tanpa masalah berarti, namun, dan mengambil waktu lebih lama daripada diperkirakan.
Protes Di Depan Kedutaan Indonesia
Pertempuran masih berlangsung di Maluku sampai dengan tahun 1960 oleh Republik Maluku Selatan (RMS), dipimpin oleh presidennya dr. Chr. R.S. Robbert Steven Soumokil, Esq. Dia ditangkap pada tahun 1963 oleh tentara Indonesia. Setelah eksekusi pada tahun 1966, J.A. Manusama B.Sc. mendirikan pemerintahan di pengasingan dan berhasil menggantikan Soumokil sebagai presiden.
Pelaksanaan eksekusi Robbert Steven Soumokil pada tahun 1966 menyebabkan tindakan kekerasan pertama oleh pemuda Maluku di Belanda, yang membakar kedutaan besar Indonesia di Den Haag. protes Lebih lanjut dalam pertempuran untuk kemerdekaan RMS (Republik Maluku Selatan) pun terjadi di tahun-tahun berikutnya.Paling dikenal adalah pendudukan kediaman duta besar Indonesia di Wassenaar pada tahun 1970, dan pembajakan kereta api di dekat Wijster pada tahun 1975 dan De Punt pada tahun 1977. Protes ini meninggalkan luka mendalam di Belanda dan masyarakat Maluku .
Protes di depan kedutaan Indonesia
Menurut pemerintah Belanda, protes kekerasan tahun 1970-an adalah sebuah ekspresi dari ketidakpuasan tentang rendahnya posisi dari komunitas Maluku di masyarakat Belanda. Dalam tahun-tahun berikutnya langkah-langkah diambil untuk mengatasi masalah-masalah sosial. Beberapa lembaga Maluku juga didirikan.Pada awal 1980, negosiasi dimulai antara pemerintah dan Badan Persatuan (BP), organisasi terbesar Maluku. Negosiasi ini akhirnya menyebabkan “Pernyataan Bersama” yang ditandatangani pada tahun 1986 oleh Perdana Menteri dan Pendeta Metiarij Lubbers, Ketua BP. Generasi pertama orang maliku diberi medali peringatan dan tunjangan tahunan. Pengangguran, penyalahgunaan narkoba dan masalah perumahan yang dibahas dan diatasi. Landasan dari Maluku Historical Museum juga dimungkinkan.
Karena banyak orang Maluku ‘tidak mempunyai negara’, mereka tidak dalam posisi untuk bepergian ke Maluku selama bertahun-tahun. Situasi ini mulai membaik pada tahun 1980: meningkatnya jumlah orang Maluku mulai mengunjungi Maluku, dan terutama desa-desa di mana mereka berasal. Di sana mereka menemui budaya Maluku yang telah melalui begitu banyak perubahan dalam lima puluh tahun terakhir. Ini merupakan suatu pengalaman tersendiri dalam tradisi Maluku di Belanda.
Hubungan antara Maluku di sana-sini tetap kuat. Berbagai proyek telah dimulai untuk membantu desa-desa setempat dengan membangun sekolah atau dengan membangun sarana air. Ketika perang saudara pecah di Maluku pada tahun 1999, inisiatif bantuan tak terhitung dimulai di Belanda.


SEMOGA BERMANFAAT dan TUHAN MEMBERKATI

Pola komunikasi interpersonal dalam perspektif Psikologi-Komunikasi pada pasangan suami-istri beretnis Jawa-Ambon


BAB I
PENDAHULUAN

1.  Latar belakang
Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi memainkan peranan penting tanpa batas dalam kehidupan manusia. Melalui komunikasi setiap orang dapat berinteraksi satu sama lainnya. Dalam berbagai aktifitas sosial yang terbangun dalam keberagaman budaya, komunikasi menjadi saluran utama proses interaksi. Proses interaksi dalam keragaman budaya ini memungkinkan terjadinya komunikasi antar budaya sebagai sebuah fenomena keseharian. Sebagai makhluk sosial, yang terintegrasi dalam berbagai keragaman budaya menyebabkan terjadinya hubungan pada pasangan –pasangan beda etnis yang berujung pada perkawinan. Salah satunya  adalah pasangan etnis Jawa-Ambon.
Keberadaan orang jawa di Maluku khususnya  Ambon  dan sekitarnya sudah berlangsung lama. Keberadaan mereka antara lain melalui program transmigrasi yang sudah berlangsung sejak tahun 1954 di desa waimital yang berjarak sekitar 60 km dari kota Ambon, dimana kebijakan pemukiman penduduk yang diterapkan pemerintah dengan sistem 'integrated pluralism' (dimana orang Ambon dan Jawa tidak dipisahkan secara geografis berdasarkan asal-usul) memungkin banyak terjadinya perkawinan campur di antara mereka (Soumokil.1994).  Alasan lainnya juga  terkait persoalan urusan mencari penghidupan yang lebih baik pada beberapa kawasan industri di Ambon seperti industri plywood di desa passo, yang kemudian membaur dan berinteraksi dengan masyarakat asli, sampai akhirnya tidak sedikit diantara mereka yang memilih hidup berpasangan atau melakukan perkawinan campur dengan orang Ambon. Di Ambon, keluarga yang terbentuk dari pasangan beretnis Jawa-Ambon banyak ditemui.
Sedikit mengulas sejarah, perkawinan beda suku/etnis khususnya etnis Jawa-Ambon sudah berlangsung sejak lama, dan diperkirakan semenjak masa kekuasaan kerajaan dahulu kala. Dari berbagai bukti historis mencatat bahwa pada awal abad ke-14 Kerajaan Majapahit menguasai seluruh wilayah laut Asia Tenggara. Pada waktu itu para pedagang dari Jawa sudah memonopoli perdagangan rempah-rempah sampai ke Maluku. Jadi orang jawa telah mengenal dan menapak kaki di Maluku sejak abad ke 14 dengan tujuan berdagang. Pada akhir abad ke 15 menjelang kejatuhan raja Majapahit, kerajaan terbesar di Nusantara saat itu, Alkisah karena menyadari bahwa kekuasaannya semakin terancam akibat pengaruh kekuasaan kerajaan Demak, maka raja Majapahit berupaya mencari dukungan ke berbagai pihak. Salah satu adalah mencari dukungan dari para raja yang berada di kawasan Timur Nusantara, dan salah satu kerajaan yang disinggahi adalah kerajaan Soya di Ambon. Raja Soya yang pertama adalah "latu Selemau" dan isterinya bernama Pera Ina (seorang putri dari kerajaan Majapahit). Dibawah pemerintahan Latu Selemau, Negeri Soya (termasuk 9 negeri kecil yang berada dibawah kekuasaanya), merupakan suatu kesatuan besar,   Dalam masa kebesarannya, Latu Selemau dianugerahkan gelar agung yang merupakan bukti kebesarannya ialah : "LATU SELEMAU AGAM RADEN MAS SULTAN LABU INANG MOJOPAHIT" Gelar ini berkenan dengan hubungan dagang, bahkan perkawinan dengan orang dari Kerajaan Majapahit (Perkawinan antar etnis Jawa-Ambon)(Pemerintah negeri Soya:2011).
Dari  hasil pengamatan lapangan, ditemui bahwa dari sebagian besar etnis di Indonesia, ternyata suku jawalah yang paling banyak ditemui dalam dalam perkawinnya dengan suku Ambon. Pasangan perkawinan beda suku Jawa-Ambon ini banyak ditemui dibandingkan dengan pasangan suku lainnya dan rumah tangganya berjalan langgeng dan harmonis. Fakta menunjukan bahwa adanya kecendrungan untuk memilih pasangan beretnis jawa ketimbang etnis/suku lainnya. Dari hasil wawancara awal dengan salah satu informan mengatakan bahwa alasan memilih berpasangan dengan orang jawa karena mereka sabar dan dapat diajak kerjasama, pekerja keras, tidak pernah malu untuk mengerjakan pekerjaan tertentu demi mendapatkan uang. Memang ada persepsi, sistem nilai atau pun stereotipe terhadap orang etnis jawa yang dipersepsikan bahwa orang jawa itu lembut, sopan, ramah seperti padi, sementara bagi orang Ambon di stereotipekan keras, bersuara lantang dan suka membusungkan dada seperti pohon sagu. Sepertinya 2 tipe etnis yang sangat kontradiktif, namun ketika dirujuk dalam ikatan perkawinan yang terjadi justru sebaliknya, adanya rajutan simpul penetrasi sistem nilai budaya yang mengikatnya sehingga memberi keseimbangan (akomodasi) prilaku dan tindakan  dalam proses komunikasinya.
Dalam keluarga pasangan suami-istri beretnis jawa-ambon, kehidupan rumah tangganya berjalan dengan harmonis dan langgeng. Tentunya hal ini tidak terlepas dari pentingnya komunikasi yang diterapkan dalam kehidupan pasangan ini. Dalam kehidupan suami-istri Jawa-Ambon, prilaku komunikasinya selalu  dipengaruhi oleh sistem nilai dan norma terkait dengan latar belakang budaya yang dianut. Menurut Greetz (dalam Suseno, 2001) ada dua kaidah yang paling menentukan dalam pola pergaulan masyarakat Jawa. Kaidah  pertama, manusia harus bersikap untuk tidak menimbulkan konflik dengan mengembangkan hidup rukun, sedangkan kaidah  kedua adalah manusia harus mampu membawa diri untuk hormat kepada orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Hal ini memungkinkan pola hidup orang Jawa kental dengan nilai sopan santun.  termasuk dalam prilaku komunikasinya baik verbal maupun nonverbal yang selalu melibatkan pengalaman, kebiasaan, nilai dan budaya  yang mengekspresikan kelembutan dan  halus dalam bicaranya, kemudian orang Ambon identik dengan prilaku komunikasi yang keras dan lantang. Persoalan beda latar belakang budaya dalam proses komunikasi diantara suami-istri Jawa-Ambon ini harus diakomodasikan sedemikian rupa.
Ketika proses komunikasi berlangsung, pasangan ini harus sedapat mungkin mengelola setiap pesan atau informasi agar dapat menimbulkan respon yang dapat dipahami diantara keduanya, dan hal ini merupakan peran kognisi dalam mengelola dan menginterpretasikan setiap pesan yang terjadi diantara mereka. Bagaimana merancang atau menciptakan setiap pesan yang mudah di pahami oleh pasangannya merupakan bagian dari menemukan pola atau cara yang cocok dan mudah digunakan dalam berkomunikasi sehingga setiap pesan dapat dipahami dan menimbulkan umpan balik/respon.
Secara psikologi, prilaku komunikasi pasangan suami-istri Jawa-Ambon ini  sangatlah penting  dalam proses komunikasi diantara mereka. Mengingat mereka berbeda secara  budaya dalam  prilaku komunikasinya maka   mereka   harus  sedapat  mungkin   menemukan  cara   apa   yang
paling  tepat  dan  mudah dalam mengkomunikasikan berbagai pesan atau informasi sehingga komunikasi antara keduanya efektif. Hal ini terkait dengan  aktifitas mengucapkan pesan dengan cara-cara tertentu baik pesan  paralinguistic  maupun ekstralinguistik. Pengaruh nilai budaya yang  dianut  oleh  masing - masing pasangan juga turut mempengaruhi diri  pribadi  mereka dalam aktivitas dan cara penyampaian pesan. Perilaku ini penting untuk membantu menggunakan pesan secara efektif dalam mengatur , menggerakkan dan mengendalikan perilaku pasangan. Hal ini tentunya merupakan bagian dari sejauhmana penataan dan penempatan pola komunikasi baik komunikasi  verbal  maupun nonverbal secara  tepat demi menciptakan keselarasan hubungan yang komunikatif, untuk itu penulis merasa tertarik menganalisanya dalam suatu penelitian dengan judul : “Pola komunikasi  interpersonal dalam perspektif psikologi-komunikasi pada pasangan suami-istri yang beretnis Jawa-Ambon”.

2.  Rumusan Masalah
  1. Bagaimana pola komunikasi interpersonal dalam perspektif psikologi-komunikasi pada pasangan    suami-istri beretnis Jawa - Ambon ?
  2. Faktor-faktor personal dan situasional apakah yang mempengaruhi  pola komunikasi interpersonal pada pasangan suami-istri beretnis Jawa-Ambon ?

3.  Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan :
  1. Untuk menganalisa pola komunikasi interpersonal dalam perspektif psikologi-komunikasi pada pasangan   suami-istri beretnis Jawa-Ambon ?
  2. Untuk menganalisa Faktor-faktor personal dan situasional apakah yang mempengaruhi  pola komunikasi interpersonal pada pasangan suami-istri beretnis Jawa-Ambon ?

4.  Manfaat Peneltian
  1. Bagi pasangan suami istri yang berbeda etnis, dapat memberikan masukan terkait dengan pola komunikasi interpersonal yang tepat demi  terciptanya efektifitas komunikasi pasangan.
  2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu komunikasi, dapat memberikan informasi tentang pentingnya pola komunikasi interpersonal yang tepat dan efektif pada pasangan suami-istri yang berbeda etnis. Selain itu,  dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi upaya-upaya studi lanjut dalam mengkaji permasalahan psikologi komunikasi.
  3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat digunakan sebagai masukan dan acuan sehingga dapat menjadi rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Selasa, 02 Juli 2013

Kekuatan Doa

When we pray, GOD hears more then we say, HE answers more then we ask, HE gives more then we imagine, but........in His own time, in His own Way ! So keep faith !!!
Ketika kita berdoa, Tuhan mendengar lebih dari yang kita katakan, Tuhan menjawab lebih dari yang kita minta, Tuhan memberi lebih dari yang kita pikirkan, tetapi..... sesuai waktunya Tuhan, menurut caranya Tuhan ! jadi tetaplah percaya !!! Tuhan memberkati engkau. God Bless You