Selamat Datang di Beta pung Blog : Kekuatan Komunikasi

Selamat Datang di Beta pung Blog : KEKUATAN KOMUNIKASI

Rabu, 27 April 2016

Pola-pola Komunikasi


            “Komunikasi adalah proses di  mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah perilaku,” demikian dikatakan Everett M. Rogers (1987). Definisi ini menekankan bahwa dalam komunikasi ada sebuah proses pengoperan (pemrosesan) ide, gagasan, lambang, dan di dalam proses itu melibatkan orang lain. Dalam hidup, manusia tidak bisa dipisahkan dari aktivitas komunikasi. Dan oleh karena itu dalam komunikasi dikenal pola-pola tertentu sebagai manifestasi perilaku manusia dalam berkomunikasi.
            Beberapa sarjana Amerika  membagi pola komunikasi menjadi lima, yakni komunikasi antarpribadi (interpersonal communication), komunikasi kelompok kecil (small group communication), komunikasi organisasi (organizational communication), komunikasi massa (mass communication), dan komunikasi publik (public communications). Joseph A. Devito (1997) membagi pola komunikasi menjadi empat, yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik, dan komunikasi massa.
            Guna membedakan pola komunikasi yang berkembang di Indonesia dan lebih ditinjau dari aspek sosialnya kita akan mencoba membahas beberapa pola komunikasi, antara lain komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa.             Beberapa pola komunikasi tersebut, nyata telah mampu membentuk sebuah arus komunikasi tersendiri. Dan dengan kelebihannya masing-masing jelas akan mempengaruhi sistem komunikasi Indoonesia. Bagaimana sistem komunikasi Indonesia berjalan, bisa ditinjau dari pola-pola tersebut.

           Komunikasi dengan Diri Sendiri (Intrapersonal Communication)
            Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dengan diri sendiri, baik disadari ataupun tidak. Contohnya adalah berpikir. Menurut Hafied Cangara (2000), terjadinyaa proses komunikasi intrapersonal ini karena adanya seseorang yang menginterpretasi sebuah objek dan dipikirkannya. Objek tersebut bisa berbentuk benda, informasi, alam, peristiwa, pengalaman atau fakta yang dianggap berarti bagi manusia. Berbagai objek tersebut bisa terjadi pada diri sendiri maupun diluar diri manusia. Kemudian objek itu diberi arti, diinterpretasikan berdasarkan pengalaman yang berpengaruh pada sikap dan perilaku dirinya. Oleh karena masing-masing orang berbeda dalam memberi interpretasi dan kepekaan diri, maka masing-masing orang berbeda pula dalam proses penentuan tindakan apa yang akan dilakukan.
            Namun demikian, meskipun beraneka ragam keputusan yang diambil, paling tidak ada tanda-tanda umum sesuatu bisa dikatakan komunikasi dengan diri sendiri yaitu
       1. Keputusan merupakan hasil berpikir dan hasil usaha intelektual (berpikir cerdas)
       2. Keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternative.
       3. Keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau    dilupakan (rakhmat, 1991)
Komunikasi intrapribadi inheren dalam komunikasi dua orang, tiga orang, dan seterusnya, karena sebelum berkomunikasi dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri (mempersepsi dan memastikan makna pesan orang lain), hanya saja caranya sering tidak disadari. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada Keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri.
          Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)
            Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dibedakan menjadi dua, yakni komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi kelompok kecil (small group communication). Komunikasi diadik melibatkan hanya dua orang, seperti suami-istri,  dua sahabat, guru-murid, dan sebagainya. Sedangkan komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain.
            Sebagai sebuah komunikasi tatap muka, tujuan komunikasi antarpribadi adalah sebagai berikut:
         1. Mengenal diri sendiri dan orang lain.
         2. Mengetahui dunia luar .
         3. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi lebih bermakna.
         4. Mengubah sikap dan perilaku.
         5. Bermain dan mencari hiburan.
         6. Membantu orang lain.
         Komunikasi Kelompok (Group Communication)
            Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kelompok diskusi, dan sebagainya.
            Sesuatu dikatakan komunikasi kelompok karena; pertama, pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang pembicara kepada khalayak dalam jumlah yang lebih besar pada tatap muka. Kedua, komunikasi berlangsung kontinyu dan bisa dibedakan mana sumber dan mana penerima. Hal ini menyebabkan komunikasi sangat terbatas sehingga umpan baliknya juga tidak leluasa karena waktu terbatas dan khalayak relatif besar. Ketiga, pesan yang disampaikan terencana (dipersiapkan) dan bukan spontanitas untuk segmen khalayak tertentu. Dalam komunikasi kelompok kita mengenal seminar, diskusi panel, pidato, rapat akbar, pentas seni dan ceramah kepada khalayak besar.
•   Komunikasi Massa (Massa Communication)
            Komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan media massa, baik cetak maupun elektronik, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak dan selintas (khususnya media elektronik).
            Untuk lebih jelasnya berikut paparan Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) bahwa sesuatu dikatakan komunikasi massa jika mencakup:
1.            Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan ini disebarkan melalui media modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film, atau gabungan di antara media tersebut.
2.            Komunikator dalam komunikasi massa menyebarkan kepada ratusan/ribuan/jutaan orang yang tidak saling kenal. Anonomitas audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan jenis komunikasi ini dengan yang lain. Ini berarti antara pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain.
3.             Pesan adalah publik. Artinya bahwa pesan dalam komunikasi massa bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang dan bukan untuk sekelompok orang tertentu. Karena itu, pesan bisa dikatakan sebagai milik publik.
4.            Sebagai sumber, komunikator massa biasanya merupakan organisasi formal seperti jaringan, ikatan, atau perkumpulan. Dengan kata lain komunikatornya tidak berasal dari seseorang tetapi lembaga.
5.            Komunikasi  massa dikontrol oleh gate keeper (pentapis/penyaring informasi). Artinya, pesan-pesan yang disebarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. Seorang reporter, editor, penjaga rubrik dan lembaga sensor lain dalam media itu berfungsi sebagai gate keeper.

6.            Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam jenis komunikasi lain umpan balik bisa langsung. 

SISTEM PERS DI INDONESIA



A.      Arti Penting Pers Dalam Komunikasi
Sistem pers adalah subsistem dari sistem komunikasi. Unsur yang paling penting dalam sistem pers adalah media massa. Media massa menjalankan fungsi untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Melalui media, masyarakat dapat menyetujui atau menolak kebijakan pemerintah. Bahkan , dengan adanya media pula berbagai inovasi atau pembaruan bisa dilaksanakan oleh masyarakat. Inilah peran pentingnya pers. Marshall Mc Luhan menyebutkannya sebagai the extension of man (media adalah ekstensi manusia). Media adalah perpanjangan dan perluasan dari kemampuan jasmani dan rohani manusia (F. Rachmadi, 1990). Keinginan, aspirasi, pendapat, sikap perasaan manusia bisa disebarluaskan melalui pers.
Wilbur Schramm (1973), tak bisa dipungkiri pula bagi masyarakat, pers bisa dianggap sebagai pengamat, forum, dan guru (watcher, forum dan teacher). Maksudnya adalah setiap hari pers memberikan laporan, ulasan mengenai kejadian, menyediakan tempat untuk masyarakat mengeluarkan pendapat secara tertulis dan turut mewariskan nilai-nilai ke masyarakat dari generasi ke generasi.
Pers memiliki dua sisi kedudukan, yaitu :
·           Sebagai medium komunikasi yang tertua dibanding medium yang lain.
·           Pers sebagai lembaga kemasyarakatan atau institusi sosial merupakan bagian integral dari masyarakat dan bukan merupakan unsur asing atau terpisah (Rachmadi,1990).
Arti penting pers di Indonesia adalah :
1.        menjadi salah satu unsur sistem komunikasi. Tidak bekerjanya unsur ini maka akan mempengaruhi kinerja sistem komunikasi. Pers menjadi perangkai bagian unsur sistem komunikasi dalam satu kebulatan utuh dan padu (wholism).
2.        tujuan pers juga menjadi tujuan sistem komunikasi itu sendiri. Jika sistem komunikasi mempunyai tujuan mengurangi ketidakpastian dalam pembuatan keputusan, maka melalui pers semua itu bisa diatasi.
3.        pers adalah unsur pengolah data, peristiwa, ide atau gabungan ketiganya menjadi sebuah keluaran atau output ke dalam sistem komunikasi. Artinya, Berbagai informasi yang diolah lewat media menjadi hasil yang berguna bagi proses keluaran atau output sistem komunikasi.


B.       Sistem Pers Indonesia
Fred Siebert, Wilbur Schramm, dan Theodore Peterson dalam bukunya Four Theories of The Press (1963) ada empat kelompok besar teori (sistem) pers, yaitu :
a)         Sistem Pers Otoriter (authoritarian)
Sistem ini adalah sistem tertua, yang lahir sekitar abad 15-16 pada masa pemerintahan absolut. Pers pada sistem ini berfungsi sebagai penunjang negara atau kerajaan untuk memajukan rakyat. Pemerintah menguasai sekaligus mengawasi media. Berbagai kegiatan yang akan diberitakan dikontrol pemerintah karena kekuasaan raja sangat mutlak.
b)        Sistem Pers Liberal (libertarian)
Sistem ini berkembang pada abad 17-18 sebagai akibat munculnya revolusi industri, dan adanya tuntutan kebebasan pemikiran di negara Barat yang sering disebut aufklarung (pencerahan). Esensi dasar sistem ini memandang manusia akan bisa mengembangkan pemikirannya secara bak jika diberi kebebasan.
Kebebasan adalah hal yang utama dalam mewujudkan esensi dasar itu, sedangkan kontrol pemerintah dipandang sebagai manifestasi “pemerkosan” kebebasan berpikir. Oleh karena itu, pers harus diberi tempat yang sebebas-bebasnya untuk membantu mencari kebenaran.
c)         Sistem Pers Komunis (marxist)
Berkembang karena munculnya negara Uni Soviet yang berpaham komunis pada awal abad ke-20. Sistem ini dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx tentang perubahan sosial yang diawali oleh dialektika Hegel. Pers dalam sistem ini merupakan alat pemerintah atau partai dan menjadi bagian integral dari negara.
d)        Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial
Muncul di Amerika Serikat pada abad ke-20 sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari libertarian yang mengakibatkan kemerosotan moral masyarakat. Dasar pemikiran ini adalah sebebas-bebasnya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat tentang apa yang diaktualisasikan.
Dari uraian yang diatas, jika diamati Indonesia termasuk sistem pers tanggung jawab sosial. Aktualisasi pers pada akhirnya harus disesuaikan dengan etika dan moralitas masyarakat.



C.      Pers dan Sistem Hukum
Antara pers dan sistem hukum ada keterkaitan yang erat sekali. Sistem hukum memberi peluang pers bertindak didalam rambu-rambu yang sudah disepakati sehingga pers berada pada titik ideal. Tanpa hukum, pers akan berkembang menjadi liberal.
Hukum dapat digunakan sebagai alat legitimasi pemerintah untuk mengawasi pers. Misalnya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Bahwa UU pokok Pers pernah mengatur dan menjamin kebebasan dalam menyiarkan pemberitaan, namun justru SIUPP (Permenpen No. 01/ Per/ Menpen 1984) menjadi alat membatasi kebebasan. Padahal, kedudukan SIUPP lebih rendah daripada undang-undang. Justru SIUPP yang dijadikan alat legitimasi.
Dalam perkembangannya penilaian atau interpretasi tidak lagi mencerminkan kehidupan pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab berada di tangan pemerintah. Maka pasal ini dianggap “arogan” kerena pemerintah bisa secara sepihak membatalkan SIUPP.
Pada era Habibie, pemerintah menganggap SIUPP bukan zamannya lagi dan sangat “memperkosa HAM”. Sehingga SIUPP dicabut. Masa eforia politik juga tidak menyelesaikan masalah itu. Hubungannya dengan pemberitaan berkembang menjadi trial by the press (pengadilan oleh pers). Trial by the press merupakan sebagai berita atau tulisan dengan gambar tertuduh dalam suatu perkara pidana yang memberi kesan bersalah. Hal ini melanggar asas praduga tak bersalah dan menyulitkan tertuduh untuk memperoleh pemeriksaan pengadilan yang bebas dan tidak berpihak.
Pada saat yang sama, muncul minimnya self censhorsip media. Dengan kata lain, media lemah dalam mempertimbangkan pakah pemberitaan itu layak dimunculkan dan sesuai dengan keinginan masyarakat atau tidak. Ini yang diakibatkan orientasi pasar media begitu dominan dan mengalahkan sisi idealnya.

D.      Fenomena Kebebasan Pers Orde Baru
Pers menyandang atribut yang menyebabkan sering terpojok pada posisi yang dilematis. Disatu sisi tuntutan masyarakat mengharuskan memotret realitas sosial sehingga pers berfungsi sebagai alat kontrol. Namun pada posisi lain, sebagai institusi yang tidak lepas dari pemerintah, menyebabkan pes cenderung tidak vis a vis terhadap pemerintah. Ini artinya, pers mau tidak mau harus mematuhi mekanisme yang menjadi otoritas pemerintah. Inilah yang membuat pers binggung menentukan pilihan, antara kewajiban moral terhadap masyarakat dan keharusan untuk mematuhi aturan pemerintah sebagai konsekuensi logis.
Hal demikian tak ubahnya dengan mendikte pers yang telah kehilangan otonominya. Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga. Bagaimanapun juga pers masih punya otonomi, salah satu kemampuan untuk bertahan hidup ditengah derasnya iklim demokrasi dan himpitan struktur yang harus ditaati.
Peringatan pemerintah Orde Baru muncul karena kepedulian pes pada kepentingan masyarakat. Pers mendapat peringatan pemerintah sama saja dia mempunyai otonomi sendiri, sebab ia berani menentukan pilihannya untuk berpihak pada masyarakat.
Bagi masyarakat, pers berfungsi sebagai katarsis. Katarsis adalah kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat suatu lakuan dramatis. Akan tetapi di lain pihak terbentur oleh ketidak mampuan untuk lepas dari keberadaan negara. Akibatnya berkembang teori : pers tunduk pada sistem pers, sistem pers tunduk pada sistem politik (Meril dan Lowentein dalm Harsono Suwardi, 1993).
Fakta pertama, fungsi pers sebagai katarsis adalah melalui mana masyarakat menyalurkan uneg-unegnya, ketidakpuasan,protes, dan keomentarnya terhadap suatu kejadian. Jadi ketika masyarakat menginginkan perubahan, pers harus berperan aktif. Namun, pada posisi lain pes harus bisa berperan dalam menyampaikan kebijaksanaan dan program pembangunan kepada masyarakat (F. Rachmadi, 1990).
Jadi pers sebagai katarsis maupun ketundukan pers pada sistem politik memaksa pers bersifat pasif dan kurang otonom. Karena dijadikan wahana tarik-menarik kepentingan antara masyarakat dan pemerintah tanpa pers sendiri diberikan otonomi untuk memilih kebijakan yang diinginkan.