Selamat Datang di Beta pung Blog : Kekuatan Komunikasi

Selamat Datang di Beta pung Blog : KEKUATAN KOMUNIKASI

Rabu, 27 April 2016

SISTEM PERS DI INDONESIA



A.      Arti Penting Pers Dalam Komunikasi
Sistem pers adalah subsistem dari sistem komunikasi. Unsur yang paling penting dalam sistem pers adalah media massa. Media massa menjalankan fungsi untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Melalui media, masyarakat dapat menyetujui atau menolak kebijakan pemerintah. Bahkan , dengan adanya media pula berbagai inovasi atau pembaruan bisa dilaksanakan oleh masyarakat. Inilah peran pentingnya pers. Marshall Mc Luhan menyebutkannya sebagai the extension of man (media adalah ekstensi manusia). Media adalah perpanjangan dan perluasan dari kemampuan jasmani dan rohani manusia (F. Rachmadi, 1990). Keinginan, aspirasi, pendapat, sikap perasaan manusia bisa disebarluaskan melalui pers.
Wilbur Schramm (1973), tak bisa dipungkiri pula bagi masyarakat, pers bisa dianggap sebagai pengamat, forum, dan guru (watcher, forum dan teacher). Maksudnya adalah setiap hari pers memberikan laporan, ulasan mengenai kejadian, menyediakan tempat untuk masyarakat mengeluarkan pendapat secara tertulis dan turut mewariskan nilai-nilai ke masyarakat dari generasi ke generasi.
Pers memiliki dua sisi kedudukan, yaitu :
·           Sebagai medium komunikasi yang tertua dibanding medium yang lain.
·           Pers sebagai lembaga kemasyarakatan atau institusi sosial merupakan bagian integral dari masyarakat dan bukan merupakan unsur asing atau terpisah (Rachmadi,1990).
Arti penting pers di Indonesia adalah :
1.        menjadi salah satu unsur sistem komunikasi. Tidak bekerjanya unsur ini maka akan mempengaruhi kinerja sistem komunikasi. Pers menjadi perangkai bagian unsur sistem komunikasi dalam satu kebulatan utuh dan padu (wholism).
2.        tujuan pers juga menjadi tujuan sistem komunikasi itu sendiri. Jika sistem komunikasi mempunyai tujuan mengurangi ketidakpastian dalam pembuatan keputusan, maka melalui pers semua itu bisa diatasi.
3.        pers adalah unsur pengolah data, peristiwa, ide atau gabungan ketiganya menjadi sebuah keluaran atau output ke dalam sistem komunikasi. Artinya, Berbagai informasi yang diolah lewat media menjadi hasil yang berguna bagi proses keluaran atau output sistem komunikasi.


B.       Sistem Pers Indonesia
Fred Siebert, Wilbur Schramm, dan Theodore Peterson dalam bukunya Four Theories of The Press (1963) ada empat kelompok besar teori (sistem) pers, yaitu :
a)         Sistem Pers Otoriter (authoritarian)
Sistem ini adalah sistem tertua, yang lahir sekitar abad 15-16 pada masa pemerintahan absolut. Pers pada sistem ini berfungsi sebagai penunjang negara atau kerajaan untuk memajukan rakyat. Pemerintah menguasai sekaligus mengawasi media. Berbagai kegiatan yang akan diberitakan dikontrol pemerintah karena kekuasaan raja sangat mutlak.
b)        Sistem Pers Liberal (libertarian)
Sistem ini berkembang pada abad 17-18 sebagai akibat munculnya revolusi industri, dan adanya tuntutan kebebasan pemikiran di negara Barat yang sering disebut aufklarung (pencerahan). Esensi dasar sistem ini memandang manusia akan bisa mengembangkan pemikirannya secara bak jika diberi kebebasan.
Kebebasan adalah hal yang utama dalam mewujudkan esensi dasar itu, sedangkan kontrol pemerintah dipandang sebagai manifestasi “pemerkosan” kebebasan berpikir. Oleh karena itu, pers harus diberi tempat yang sebebas-bebasnya untuk membantu mencari kebenaran.
c)         Sistem Pers Komunis (marxist)
Berkembang karena munculnya negara Uni Soviet yang berpaham komunis pada awal abad ke-20. Sistem ini dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx tentang perubahan sosial yang diawali oleh dialektika Hegel. Pers dalam sistem ini merupakan alat pemerintah atau partai dan menjadi bagian integral dari negara.
d)        Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial
Muncul di Amerika Serikat pada abad ke-20 sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari libertarian yang mengakibatkan kemerosotan moral masyarakat. Dasar pemikiran ini adalah sebebas-bebasnya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat tentang apa yang diaktualisasikan.
Dari uraian yang diatas, jika diamati Indonesia termasuk sistem pers tanggung jawab sosial. Aktualisasi pers pada akhirnya harus disesuaikan dengan etika dan moralitas masyarakat.



C.      Pers dan Sistem Hukum
Antara pers dan sistem hukum ada keterkaitan yang erat sekali. Sistem hukum memberi peluang pers bertindak didalam rambu-rambu yang sudah disepakati sehingga pers berada pada titik ideal. Tanpa hukum, pers akan berkembang menjadi liberal.
Hukum dapat digunakan sebagai alat legitimasi pemerintah untuk mengawasi pers. Misalnya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Bahwa UU pokok Pers pernah mengatur dan menjamin kebebasan dalam menyiarkan pemberitaan, namun justru SIUPP (Permenpen No. 01/ Per/ Menpen 1984) menjadi alat membatasi kebebasan. Padahal, kedudukan SIUPP lebih rendah daripada undang-undang. Justru SIUPP yang dijadikan alat legitimasi.
Dalam perkembangannya penilaian atau interpretasi tidak lagi mencerminkan kehidupan pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab berada di tangan pemerintah. Maka pasal ini dianggap “arogan” kerena pemerintah bisa secara sepihak membatalkan SIUPP.
Pada era Habibie, pemerintah menganggap SIUPP bukan zamannya lagi dan sangat “memperkosa HAM”. Sehingga SIUPP dicabut. Masa eforia politik juga tidak menyelesaikan masalah itu. Hubungannya dengan pemberitaan berkembang menjadi trial by the press (pengadilan oleh pers). Trial by the press merupakan sebagai berita atau tulisan dengan gambar tertuduh dalam suatu perkara pidana yang memberi kesan bersalah. Hal ini melanggar asas praduga tak bersalah dan menyulitkan tertuduh untuk memperoleh pemeriksaan pengadilan yang bebas dan tidak berpihak.
Pada saat yang sama, muncul minimnya self censhorsip media. Dengan kata lain, media lemah dalam mempertimbangkan pakah pemberitaan itu layak dimunculkan dan sesuai dengan keinginan masyarakat atau tidak. Ini yang diakibatkan orientasi pasar media begitu dominan dan mengalahkan sisi idealnya.

D.      Fenomena Kebebasan Pers Orde Baru
Pers menyandang atribut yang menyebabkan sering terpojok pada posisi yang dilematis. Disatu sisi tuntutan masyarakat mengharuskan memotret realitas sosial sehingga pers berfungsi sebagai alat kontrol. Namun pada posisi lain, sebagai institusi yang tidak lepas dari pemerintah, menyebabkan pes cenderung tidak vis a vis terhadap pemerintah. Ini artinya, pers mau tidak mau harus mematuhi mekanisme yang menjadi otoritas pemerintah. Inilah yang membuat pers binggung menentukan pilihan, antara kewajiban moral terhadap masyarakat dan keharusan untuk mematuhi aturan pemerintah sebagai konsekuensi logis.
Hal demikian tak ubahnya dengan mendikte pers yang telah kehilangan otonominya. Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga. Bagaimanapun juga pers masih punya otonomi, salah satu kemampuan untuk bertahan hidup ditengah derasnya iklim demokrasi dan himpitan struktur yang harus ditaati.
Peringatan pemerintah Orde Baru muncul karena kepedulian pes pada kepentingan masyarakat. Pers mendapat peringatan pemerintah sama saja dia mempunyai otonomi sendiri, sebab ia berani menentukan pilihannya untuk berpihak pada masyarakat.
Bagi masyarakat, pers berfungsi sebagai katarsis. Katarsis adalah kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat suatu lakuan dramatis. Akan tetapi di lain pihak terbentur oleh ketidak mampuan untuk lepas dari keberadaan negara. Akibatnya berkembang teori : pers tunduk pada sistem pers, sistem pers tunduk pada sistem politik (Meril dan Lowentein dalm Harsono Suwardi, 1993).
Fakta pertama, fungsi pers sebagai katarsis adalah melalui mana masyarakat menyalurkan uneg-unegnya, ketidakpuasan,protes, dan keomentarnya terhadap suatu kejadian. Jadi ketika masyarakat menginginkan perubahan, pers harus berperan aktif. Namun, pada posisi lain pes harus bisa berperan dalam menyampaikan kebijaksanaan dan program pembangunan kepada masyarakat (F. Rachmadi, 1990).
Jadi pers sebagai katarsis maupun ketundukan pers pada sistem politik memaksa pers bersifat pasif dan kurang otonom. Karena dijadikan wahana tarik-menarik kepentingan antara masyarakat dan pemerintah tanpa pers sendiri diberikan otonomi untuk memilih kebijakan yang diinginkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar