A. Pengertian
Mobilitas Sosial
Seseorang atau sekelompok
orang di dalam masyarakat, baik disadari ataupun tidak, selalu berada pada
status tertentu. Seseorang atau kelompok orang yang menempati status tertentu
dalam struktur sosial tersebut, dalam perjalanan hidupnya akan mengalami
perubahan status tersebut. Status seseorang sepanjang kehidupannya di dalam
masyarakat tidaklah abadi, misalnya dalam bidang ekonomi ada yang miskin, ada
yang kaya, ada yang berkedudukan rendah (masyarakat biasa), ada yang mempunyai
status (kedudukan) terhormat. Secara manusiawi tidak ada seseorang yang nyaman berada
pada status yang rendah, oleh karena itu banyak orang yang berusaha untuk meningkatkan
kehidupannya ke status yang lebih tinggi. Satus yang lebih baik senantiasa akan
selalu menjadi harapan setiap orang. Sebagai mahasiswa belajar merupakan salah
satu usaha untuk mencapai status tertentu yang lebih baik dalam masyarakat di
masa yang akan datang. Status yang lebih tinggi dan lebih baik dari orang lain
merupakan cerminan dan harapan setiap orang, karena dengan status yang lebih
baik akan membuat seseorang lebih terhormat dan lebih dihargai oleh orang lain.
Setiap orang yang hidup dalam kelompok masyarakat akan selalu mengalami
perubahan, pergeseran, peningkatan, atau bahkan penurunan statusnya termasuk
peran dalam masyarakat. Contoh seorang buruh karena usaha dan kerja kerasnya
mampu menabung dan menjadi pengusaha atau pedagang. Setelah sukses menjadi
pengusaha mempunyai banyak tabungan dan menjadi tokoh masyarakat, lalu orang
tersebut mencalonkan diri menjadi lurah atau bahkan bupati. Contoh tersebut
menggambarkan adanya gerak (mobilitas) sosial ke atas.
Dalam kehidupan masyarakat
seseorang atau sekelompok orang dapat mengalami perubahan status dalam struktur
sosial di masyarakat. Perubahan status tersebut dapat bersifat menguntungkan
yaitu berpindah dari status yang rendah menjadi lebih baik (status naik) dari
sebelumnya, tetapi ada juga yang mengalami perpindahan dari status semula
tinggi ke kedudukan yang sebetulnya tidak diinginkan (status turun).
Perpindahan status tersebut mempunyai arah, dan saluran, seseorang menuju ke
suatu status tertentu maka diperlukan alat ataupun sarana untuk mencapai status
tersebut. Sosiologi mempelajari gejala sosial tersebut, hal tersebut dipelajari
agar seseorang dapat memahami struktur masyarakat dan status seseorang dalam masyarakat
tersebut, disamping itu agar seseorang berusaha mengubah kehidupannya agar
lebih baik. Selain itu juga perlu dipelajari agar diketahui jalur atau
jalan/cara yang ditempuh untuk mencapai status baru yang lebih baik. Dalam sosiologi proses perpindahan status
seseorang, baik yang berpindah ke yang lebih menguntungkan sesuai harapan,
maupun yang berpindah ke status yang tidak diinginkan disebut “mobilitas
sosial”.
Mobilitas sosial adalah suatu
gerak atau perpindahan seseorang dari suatu status atau kelas sosial ke kelas
sosial lainnya. Uraian di atas terdapat dua istilah yaitu status sosial (yaitu
kedudukan seseorang dalam masyarakat) dan mobilitas sosial. Keduanya dalam
sosiologi merupakan bagian dari struktur sosial. Struktur sosial meliputi
stratifikasi, diferensiasi yang akan menimbulkan adanya kelompok-kelompok dan
kelas-kelas sosial di dalam masyarakat. Sedangkan mobilitas sosial adalah
perpindahan seseorang dari status sosial tertentu ke status yang lain.
Perubahan status sosial seseorang ini sering dijadikan tolok ukur keberhasilan
dalam meningkatkan kesejahtaraan masyarakat, khususnya pembangunan ekonomi.
Berhasil tidaknya program pembangunan diukur dari banyak sedikitnya perubahan statur
ekonomi seseorang dalam masyarakat tersebut.
Pembahasan mobilitas sosial
selalu terkait erat dengan status sosial, karena dalam kehidupan masyarakat
seseorang selalu akan berusaha meningkatkan status sosialnya. Mobilitas sosial
merupakan suatu gerak dan perpindahan status sosial, dalam proses tersebut
menunjukkan adanya posisi awal dan posisi tujuan. Mobilitas sosial berjalan
sangat cepat biasanya terjadi pada masyarakat yang menganut sistem terbuka,
karena lebih memungkinkan untuk berpindah strata setiap saat. Masyarakat yang
menganut sistem terbuka memberi kesempatan pada masyarakatnya untuk berusaha
melakukan perubahan status sosial secara terbuka pula atau diberi kebebasan.
Pada umumnya seseorang yang melakukan usaha secara keras akan mencapai
perubahan ke status yang lebih tinggi sesuai dengan keinginannya secara cepat,
karena pada system terbuka tidak ada aturan-aturan atau norma-norma yang
mengikat untuk melakukan perubahan. Demikian pula warga masyarakat di
lingkungannya juga menerima dan mengakui apa yang telah diperoleh seseorang
dalam usaha meningkatkan statusnya. Sedangkan pada masyarakat yang bersifat
tertutup kemungkinan untuk pindah status lebih sulit. Contohnya, masyarakat
yang dalam kehidupannya mengikuti sistem kasta (India, Bali). Adat masyarakat
Bali, bila seseorang lahir dari kasta yang paling rendah, maka untuk selamanya
ia tetap berada pada kasta yang rendah tersebut, meskipun ia memiliki kemampuan
atau keahlian yang lebih baik ia tidak mungkin dapat pindah ke kasta yang lebih
tinggi. Masyarakat dengan sistem kasta yang menjadi kriteria stratifikasi adalah
keturunan, sehingga tidak terjadi mobilitas sosial dari strata satu ke strata
lain. Kemungkinan yang bisa terjadi, bila seseorang menikah dengan kasta yang
lebih tinggi, sehingga anaknya nanti akan masuk ke kasta yang lebih tinggi.
Namun kasta yang tinggi sangat ketat memagari dengan aturannya agar kasta
rendah tidak bisa nikah dengan kasta lain yang lebih rendah.
1. Definisi Mobilitas
Sosial
Mobilitas berasal dari kata
“mobilis” (bahasa Latin), berarti mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat
lain, dalam bahasa Indonesia “mobil” dapat diartikan dengan “gerak” atau
“perpindahan”. Mobilitas sosial merupakan suatu konsep dinamika
sosial yang secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu gerakan yang
terjadi akibat berpindah atau berubah status sosial seseorang atau sekelompok
orang pada saat yang berbeda, dari lapisan (strata sosial) yang satu ke strata
sosial yang lain. Berikut ini disampaikan beberapa definisi mobilitas sosial
yang dikemukakan oleh sosiolog :
a.
Soerjono Soekanto (1982), mengatakan mobilitas sosial adalah suatu
gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi
suatu kelompok sosial.
b.
Kimball Young dan Raymond W. Mack: Mendifinisikan mobilitas sosial
adalah suatu mobilitas dalam struktur sosial, yaitu pola-pola tertentu yang mengatur
organisasi suatu kelompok sosial.
c.
Menurut William Kornblum: Mobilitas sosial adalah perpindahan
individu-individu, keluarga-keluarga dan kelompok sosialnya dan satu lapisan ke
lapisan sosial lainnya.
d.
Jeffries dan H.Edward Ransford (1980): Mobilitas sosial adalah
perpindahan ke atas atau ke bawah dalam lingkungan sosial secara hierarki.
e.
Robert M.Z. Lawang: mobilitas sosial adalah perpindahan posisi
dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain atau dari satu dimensi ke dimensi
yang lainnya.
f.
Horton dan Hunt (1987): mobilitas sosial adalah suatu gerak
perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya.
g.
Craig Alhoun, dkk., 1997: 194. Mobilitas sosial menunjuk pada
gerakan dari satu kedudukan atau tingkat sosial ke yg lainnya. Hal itu mungkin
berupa naik ke atas dalam tangga sosial, memanjat ke puncak, atau terjun ke
bawah.
h.
Anthony Giddens (1993). Istilah mobilitas sosial menunjuk pada
gerakan dari orang per orang dan kelompok-kelompok di antara
kedudukan-kedudukan sosial ekonomi yang berbeda.
i.
Borgatta & Borgatta (1992). Mobilitas sosial adalah gerakan
orang per orang, keluarga-keluarga atau kelompok-kelompok dari satu kedudukan
sosial ke yg lainnya.
j.
Michael S Basis (1988), mobilitas adalah perpindahan lingkungan
sosio-ekonomi baik ke atas ataupun ke bawah yang dapat mengubah status sosial seseorang
di dalam masyarakat.
k.
Hartini dan G. Kartasapoetra, pengertian mobilitas sosial adalah
suatu gerak perpindahan seseorang atau sekelompok warga dari status sosial yang
satu ke status sosial yang lain atau
perpindahan posisi kedudukan dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain atau
dari dari satu dimensi lapisan ke dimensi lapisan lainnya.
l.
Bruce J. Cohen, mobilitas sosial adalah perpindahan individu dari
satu status sosial ke status sosial lainnya. perpindahan tersebut bisa naik
bisa juga turun dan bisa juga tetap.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan beberapa
hal tentang mobilitas sosial yang dapat diambil intisarinya, antara lain:
1.
Suatu gerak dalam struktur sosial, berupa pola-pola tertentu yang
mengatur organisasi kelompok sosial.
2.
Inti mobilitas adalah perpindahan status sosial seseorang, dimana
perpindahan ini berkaitan dengan pelapisan sosial yang ada dalam masyarakat.
3.
Pihak yang berpindah adalah seseorang yang menjadi warga
masyarakat baik sebagai orang per orang, atau kelompok sosial termasuk
keluarga.
4.
Bergeraknya atau berpindahnya orang per orang atau kelompok dalam pelapisan
sosial itu dapat bersifat vertikal ( ke atas atau ke bawah) namun juga bisa
bersifat horizontal (ke samping).
5.
Perpindahan status seseorang disebabkan karena meningkatnya
pendidikan, prestasi kerja, kemampuan untuk menguasai materi dan masalah,
kenaikan pangkat, menduduki jabatan publik.
6.
Perpindahan tersebut berhubungan dengan status, kedudukan sosial
ekonomi, posisi atau kelas sosial dari seseorang atau kelompok tertentu di
masyarakat.
Para ahli sosiologi mengidentifikasikan bahwa naik turunya
kedudukan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendidikan, kelas
sosial dari orang tua, ras, pekerjaan, usia, dan gender.
2. Status Sosial dan
Peran Sosial
Mobilitas sosial sangat
terkait erat dengan status dan peran sosial. Peran sosial diartikan sebagai kedudukan
seseorang di dalam masyarakat dan kelompoknya, dalam kelompok tersebut
seseorang mempunyai hak dan kewajiban. Contoh, mahasiswa berstatus sebagai
siswa yang mempunyai hak mendapatkan bimbingan untuk memperoleh ilmu dari
dosen, namun mahasiswa juga mempunyai kewajiban untuk belajar lebih giat baik
secara mandiri maupun berkelompok untuk memperkaya ilmu pengetahuannya.
Seseorang dalam kelompok sosial atau masyarakat dalam waktu yang sama bisa
memiliki beberapa status sosial sekaligus. Misalnya sebagai tokoh masyarakat,
ketua rukun tangga, ketua organisasi kemasyarakatan, pegawai negeri dan
sebagainya. Seseorang dapat memperoleh status sosial dengan berbagai macam
cara, yaitu :
a. Ascribed Status
Yaitu
status sosial seseorang yang diperoleh atas dasar keturunan/kelahiran. Status
sosial atas dasar keturunan, diperoleh seseorang secara otomatis sejak dilahirkan
sudah menempati pada status tertentu. Status sosial ini terjadi pada kelompok
masyarakat yang mobilitas sosialnya rendah, dan memiliki struktur sosial yang
tertutup. Misalnya pemerintahan yang menganut sistem kerajaan, gelar
kebangsawanan seseorang yang terlahir dari orang tua yang memiliki gelar
bangsawan tertentu secara otomatis anak keturunannya juga akan memperoleh
status sesuai dengan kedudukan orang tuanya. Masyarakat yang beragama Hindu
(India, Bali), seseorang yang terlahir dari orang tua yang berkasta rendah
(sudra) secara otomatis juga akan masuk kestatus kasta sudra, demikian pula
kasta kasta yang lainnya.
b. Achieved Status
Adalah
status seseotang yang diperoleh atas dasar usaha. Status sosial ini dapat dicapai
oleh siapa saja dengan cara tertentu dan berusaha secara mandiri, maksimal
sesuai dengan kemampuannya. Apabila seseorang telah mampu memenuhi persyaratan
yang ditentukan dalam status tertentu, maka seseorang tersebut dapat memperoleh
status tersebut. Contohnya, untuk memperoleh status pendidikan sarjana maka
seseorang (mahasiswa) diwajibkan mengikuti prosedur dan persyaratan tertentu
sehingga dapat memunuhi kriteria yang ditentukan sebagai seorang sarjana.
Status yang dapat diusahakan umumnya
dalam
bidang pendidikan, jabatan, politik dan pekerjaan. Sistem politik di Indonesia
memungkinkan seseorang menaikan status sosialnya melalui partai politik, yaitu
dengan cara mencalonkan diri sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pusat
ataupun daerah, sebagai wali kota, bupati, gubernur, wakil presiden atau bahkan
presidenpun sangat memungkinkan.
c. Assigned Status
Adalah
status sosial atas dasar pemberian. Status ini berkaitan dengan status yang
diperoleh melalui usaha. Keberhasilan seseorang dalam melakukan usaha, akan
memperoleh (diberi ) status tertentu, termasuk orang yang berjasa terhadap
negara sering diberi status ini. Misalnya pemenang olimpiade dalam cabang
olahraga bulutangkis “Owi dan Butet” mendapat gelar pahlawan olah raga. Seorang siswa yang memenangkan
olimpiade matetatika akan mendapat sebutan pelajar berprestasi.
Selain status seseorang atas dasar cara mendapatkannya, juga ada
status yang berdasarkan atas sifatnya, seperti : status aktif, status pasif/status
laten.
· Status
aktif adalah status seseorang bila sedang menjalankan pekerjaan sesuai dengan
statusnya, misalnya guru mengajar disekolah, dokter sedang praktik di rumah
sakit, mahasiswa sedang mengikuti kuliah.
· Status
pasif adalah status lain seseorang diluar pekerjaan yang sedang dilakukan, status
ini sering disebut juga status laten.
Dalam kehidupan di masyarakat
seseorang sering memiliki banyak status baik status yang terkait dengan
pekerjaan pokok, status yang terkait dengan ketokohannya, status di dalam
organisasi kemasyarakata. Contoh: seorang guru menjabat ketua Rt dan menjadi
ketua organisasi kesenian, pada waktu mengajar status aktifnya guru, sedangkan
ketua Rt dan ketua organisasi kesenian sebagai status pasif (laten). Pada waktu
memimpin rapat Rt status aktifnya adalah ketua Rt, status pasifnya guru dan
ketua organisasi kesenian. Status seseorang dapat dikenali melalui: symbol yang
dipakainya, rumah yang ditempati, mobil, pakaian yang dipakai dan sebagainya.
Status sosial sangat terkait
dengan peran sosial, peran sosial adalah kegiatan seseorang dalam melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan statusnya di dalam masyarakat. Ciri keduanya
status sosial bersifat aktif sedangkan peran sosial bersifat dinamis, peran
sosial merupakan aspek dinamis dari status sosial. Semakin tinggi status
seseorang maka akan semakin tinggi peran sosial yang dijalankan di dalam
masyarakat. Selaku individu mahasiswa mempunyai status sebagai siswa, maka hak
mengikuti aturan dan cara belajar yang diberikan oleh dosen, kewajibannya
adalah belajar, membaca literature, mengerjakan tugas, berdiskusi, mengikuti
perkuliahan dan mengikuti ujian, dan berhak mendapatkan penilaiaan dari dosen.
Kegiatan selaku mahasiswa tersebut (memenuhi hak dan kewajibannya) disebut
dengan menjalankan peran sosialnya. Besar kecilnya peran sosial yang dijalankan
akan mempengaruhi hasil dalam meningkatkan status sosialnya.
B. Bentuk-Bentuk
Mobiliatas Sosial
Mobilitas sosial pada
prinsifnya adalah arah dari gerak atau perpindahan seseorang, yang artinya ada
suatu titik awal dan titik tujuan. Titik awal adalah status semula yang
dimiliki seseorang, titik awal ini menentukan arah mobilitas/perpindahan ke
status seseorang ke status yang lain. Bila status awalnya lebih rendah dan
status barunya lebih tinggi maka mobilitas sosialnya menaik, demikian pula
sebaliknya. Tetapi juga ada perpindahan yang tidak naik ataupun turun yaitu
perpindahan secara horizontal, biasanya status sama hanya mobilitas ke posisi
atau ke kelompok sama yang lain. Mobilitas sosial dapat dikategorikan menjadi
beberapa bentuk, yaitu:
1.Mobilitas horizontal (Horizontal Mobility)
Mobilitas horizontal adalah
perpindahan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke
kelompok sosial lainnya yang sederajat. Dengan demikian seseorang hanya
mengalami perpindahan semata, akan tetapi tidak menambah tingkatan atau
mengurangi tingkatan status yang lama. Perubahan ini tidak membuat seseorang
berubah kelas sosialnya, karena perpindahan pada posisi yang sederajat.
Mobilitas horizontal Biasanya dilakukan seseorang karena alasan perpindahan
tempat tinggal, perubahan lingkungan fisik, lingkungan pekerjaan (mutasi).
Sering disebut perpindahan lateral (dari desa ke kota), dari kota besar ke kota
kecil, dari negara satu ke negara lain, dari sekolah satu ke sekolaah lain.
Migrasi, tranmigrasi, imigrasi, emigrasi merupakan bentuk perpindahan geografis
atau mobilitas lateral. Mobilitas horizontal sering diikuti perubahan
perkerjaan, misalnya dari petani menjadi pedagang, dari buruh tani menjadi
petani pemilik. Perubahan jenis pekerjaan banyak dialami masyarakat yang
melakukan perpindahan horizontal ini, baik kalangan buruh, kelas ekonomi kelas
bawah, menengah, namun pergantian pekerjaan tersebut tidak mengubah status
mereka, hanya mungkin kekayaan (kondisi sosial kesejahteraannya) semakin
membaik tetapi status sosialnya tidak meng alami perubahan.
1.
Mobilitas vertikal
Mobilitas vertikal merupakan
perpindahan individu atau kelompok masyarakat dari suatu kedudukan sosial satu
ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Artinya terjadi perubahan
derajat seseorang dari yang rendah menjadi yang tinggi atau sebaliknya. Ciri
khas dalam mobilitas sosial vertikal adalah terjadinya perubahan derajat pada
individu dalam mobilitas sosial tersebut. Mobilitas vertikal terbagi menjadi
dua yaitu:
a. Mobilitas
vertikal naik (Sosial climbing); Sosial
climbing adalah perpindahan status seseorang dari kelas sosial yang rendah
ke kelas sosial yang lebih tinggi. Disebut mobilitas vertikal naik karena
mobilitas sosial yang di dalamnya terjadi kenaikan derajat. Sosial climbing
memiliki dua bentuk utama yaitu: 1). Masuknya individu-individu yang mempunyai
kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi. 2). Pembentukan suatu
kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari
kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut. Contohnya, seorang
guru yang berprestasi diangkat menjadi kepala sekolah.
b. Mobilitas
vertical turun ( Social sinking); Social
sinking adalah perpindahan status dan peran seseorang dari kelas sosial
lebih tinggi menuju kelas sosial lebih rendah. Disebut mobilitas vertikal turun
karena mobilitas sosial yang berlangsung adalah terjadinya penurunan derajat. Sosial sinking memiliki
dua bentuk utama, yaitu:
- Turunnya kedudukan individu-individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya.
- Turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan. Contohnya, seorang ketua partai politik diturunkan atau dikeluarkan karena terdakwa korupsi (sebagai koruptor).
Pada mobilitas sosial vertikal memiliki lima prinsip antara lain yaitu :
- Hampir tidak ada masyarakat yang sifatnya mutlak tertutup, sekalipun pada masyarakat sistem kasta.
- Gerak sosial vertikal tidak mungkin dapat dilakukan sebebas-bebasnya meski stratifikasinya terbuka karena ada hambatan-hambatan.
- Gerak sosial vertikal memiliki cirri-ciri khas dalam setiap masyarakat.
- Laju gerak sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor yang berbeda-beda, seperti: ekonomi, politik, pekerjaan, pendidikaan.
- Tidak ada kecendrungan yang kontinu mengenai bertambah atau berkurangnya laju gerak sosial, dan ini berlaku bagi semua masyarakat.
3. Mobilitas Sosial Intragenerasi
Mobilitas sosial intragenerasi
adalah mobilitas yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam satu
generasi. Mobilitas intragenerasi merupakan mobilitas sosial yang dialami
seseorang selama masa hidupnya (dalam satu generasi) atau berdasarkan riwayat
hidupnya. Mobilitas ini hanya terjadi pada generasi yang sama, yaitu adik,
kakak. Dalam suatu keluarga sering memiliki banyak anak, dalam keluarga ini secara
normal kakak memiliki status yang lebih tinggi dari pada adiknya. Sepanjang
riwayat hidupnya, bisa juga terjadi kebalikannya bila adik mempunyai status
sosial yang lebih tinggii, misalnya, kakak beradik semula sama sama buruh tani,
adik mempunyai semangat dan bekerja keras. Hasil kerja kerasnya sang adik
meningkat ekonominya dan menjadi pedagang hasil bumi yang sukses, sementara
sang kakak tetap menjadi buruh tani. Dalam pandangan masyarakat sang adik
mempunyai status ekonomi yang lebih dari pada kakaknya. Mobilitas dalam
keluarga tersebut mengalami perubahan, perubahan pada status kakak dan adik
inilah yang dinamakan sebagai mobilitas intragenerasi. Mobilitas intragenerasi
juga bisa naik dan turun. Contoh mobilitas intragenerasi naik: Adik yang sukses
menjadi kepala desa sedang kakaknya menjadi warga masyarakat biasa. Namun bisa
juga kakak yang semula rakyat biasa, belajar dengan giat sehingga menjadi
sarjana. Dengan kepandaiannya sang kakak memperoleh pekerjaan menjadi direktur
perusahaan, sementara sang adik tetap menjadi pamong desa.
Ada pula pandangan lain, ahli
yang mengatakan bahwa mobilitas intragenerasi adalah gerak perpindahan dalam
kelompok yang sama, seperti seseorang yang semula bekerja di suatu perusaha
menjadi staf biasa, kemudian dipindahkan ke perusahaan lain menjadi direktur.
Orang tersebut mengalami perpindahan status. Pada masa reformasi banyak pegawai
yang dilakukan pemutusan hubungan kerja, sehingga mereka mencari peekerjaan di
tempat lain atau berstatus menjadi penganggur. Demikian pula sebaliknya dengan reformasi
banyak pegawai yang semula staf biasa bisa naik status menjadi kepala bagian
atau pindah posisi lain meninggalkan posisi sebelumnya.
4. Mobilitas antargenerasi
Mobilitas antargenerasi adalah
mobilitas antar dua generasi atau lebih. Merupakan perbedaan status seseorang
dibandingkan dengan status orang tuanya, atau gegerasi lainnya (sebelum dan
sesudahnya). Gerak perpindahan ini terjadi antar generasi ayah-ibu, generasi
anak, generasi cucu, generasi buyut dan seterusnya. Mobilitas antargenerasi
ditandai dengan perubahan dan perkembangan taraf hidup dalam suatu generasi, baik
perkembangan naik atau turun. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan
itu sendiri, melainkan pada perpindahan status sosial ekonomi dari satu
generasi ke generasi lainnya.
Kalau mobilitas intragenerasi
hanya meliputi satu generasi yang sama, maka berbeda halnya dengan mobilitas
antargenerasi. Mobilitas antargenerasi adalah perbedaan status seseorang
dibandingkan dengan status generasi lainnya. Mobilitas sosial ini yang terjadi
antara dua generasi atau lebih. Mobilitas seperti ini terjadi karena adanya
perubahan status sosial antara ayah dengan anak, anak dengan cucu, dan
seterusnya. Mobilitas antargenerasi mengacu kepada perbedaan status yang
dicapai seseorang yang telah memiliki keluarga sendiri dibandingkan dengan status
sosial yang dimiliki orang tua atau geenerasi lainnya. Mobilitas ini ditandai
dengan perkembangan taraf hidup. Dalam mobilitas antargenerasi juga bisa
terjadi gerak naik maupun turun. Contoh mobilitas sosial antargenerasi naik,
anak seorang petani yang rajin dan bersekolah cukup tinggi bisa menjadi pegawai
negeri, menjadi kepala kantor / direktur perusahaan dsb. Dalam mobilitas sosial
ini terjadi perbedaan status sosial antara generasi orang tua dan generasi keturunannya.
Namun hal ini bisa saja terjadi sebaliknya, justru anak keturunannya tidak
mampu memperoleh status sosial yang lebih baik dari orang tuanya.
5. Mobilitas geografis
Mobilitas geografi adalah
perpindahan seseorang atas dasar posisi geografisnya. Mobilitas geografis
menekankan pada perpindahan individu atau kelompok masyarakat dari satu daerah
ke daerah yang lain. Proses terjadinya mobilitas geografi karena transmigrasi,
urbanisasi, migrasi, imigasi dan emigrasi. Mobilitas ini lebih menekankan pada
tempat yang membuat individu atau kelompok mengalami perubahan status tempat
tinggalnya. Misalnya, seorang petani yang semula tinggal di pedesaan, mencari
pekerjaan ditempat lain, ke kota menjadi sopir atau pembantu rumah tangga dan
menetap dirumah majikannya. Sekelompok warga pindah ke desa lain karena tempat
tinggal semula rumahnya hancur karena tertimpa tanah longsor.
C. Saluran-saluran
mobilitas sosial (sosial circulation)
Saluran mobilitas sosial
adalah sarana yang menjadi jalan bagi seseorang atau kelompok orang untuk
mencapai status baru yang lebih tinggi. Seseorang untuk meningkatkan status
sosialnya harus mencapai persyaratan tertentu, tetapi kenyataannya tidak secara
otomatis status yang diharapkan bisa melekat pada diri seseorang tersebut,
meskipun orang tersebut telah menenuhi persyaratan yang diperlukan. Seseorang
masih memerlukan saluran untuk menduduki status tersebut. Banyak saluran yang
dapat mengantarkan seseorang atau sekelompok orang dalam mencapai status sosial
yang diharapkan, bahkan lembaga sosial, organisasi sosial di masyarakat mampu
mengantarkan seseorang untuk meningkatkan status sosialnya. Menurut Pitirim A.
Sorokin, ada lima saluran mobilitas sosial yang dapat mengantarkan seseorang
untuk meningkatkan status sosialnya, yaitu : angkatan bersenjaata, lembagaa
pendidikan, lembaga keagamaan, organisasi politik dan organisasi ekonomi.
Berikut ini garis besar saluran mobilitas sosial vertical yang diambil dari
penuturan Pitirim.
1. Angkatan
Bersenjata
Angkatan
bersenjata merupakan salah satu saluran mobilitas sosial, yang dapat memainkan
peran penting dalam meningkatkan status sosial. Angkatan bersenjata merupakan
organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas vertikal ke atas
melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Misalnya, seorang prajurit yang
berjasa pada negara karena menyelamatkan negara dari pemberontakan, ia akan
mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Dia mungkin dapat diberikan
pangkat/kedudukan yang lebih tinggi, walaupun berasal dari golongan masyarakat
rendah.
2.
Lembaga-lembaga keagamaan.
Lembaga-lembaga
keagamaan dapat mengangkat status sosial seseorang, misalnya yang berjasa dalam
perkembangan Agama seperti ustad, pendeta, biksu dan lain lain.
3.
Lembaga pendidikan.
Lembaga-lembaga
pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang nyata dari mobilitas vertikal ke
atas, bahkan dianggap sebagai sosial elevator (perangkat) yang bergerak dari kedudukan
yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan memberikan kesempatan
pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Contoh:
Seorang anak dari keluarga miskin bisa mengenyam pendidikan sampai jenjang yang
tinggi, sampai memperoleh kesarjanaan bidang ekonomi. Setelah lulus ia memiliki
pengetahuan dagang dan menggunakan pengetahuannya itu untuk berusaha, sehingga
ia berhasil menjadi pedagang yang kaya, yang secara otomatis telah meningkatkan
status sosialnya.
4.
Organisasi politik.
Seperti
angkatan bersenjata, organisasi politik memungkinkan seseorang yang menjadi
anggota partai politik yang loyal dan berdedikasi tinggi untuk menempati
jabatan yang lebih tinggi, sehingga status sosialnya meningkat.
5.
Organisasi ekonomi.
Organisasi
ekonomi (seperti perusahaan, koperasi, BUMN dan lain-lain) dapat meningkatkan
status seseorang. Semakin besar prestasinya, maka semakin tinggi jabatannya.
Karena jabatannya tinggi, pendapatannya bertambah, karena pendapatannya
bertambah kekayaannya bertambah. Dan kekayaannya bertambah menghasilkan status
sosialnya di masyarakat meningkat.
6.
Organisasi keahlian.
Seperti
seseorang yang rajin menulis dan banyak menyumbangkan pengetahuan /keahliannya
kepada kelompok lain pasti statusnya akan dianggap lebih tinggi daripada orang
lain yang kehidupannya biasa saja.
7.
Perkawinan.
Sebuah
perkawinan dapat menaikkan status seseorang seseorang. Seorang yang menikah
dengan orang yang memiliki status sosial lebih tinggi dan terpandang akan
dihormati karena pengaruh pasangannya. Sehingga perkawinan itu akan meningkatkan
statusnya.
D. Faktor penyebab dan
Konsekuensi Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial terjadi
karena adanya perubahan status sosial seseorang di dalam masyarakat. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan proses terjadinya dan arah pergeseran
perubahan status sosial tersebut. Perubahan status social menyebabkan terjadinya
pergeseran, dan menimbulkan serangkaian akibat dari pergeseran tersebut.
Akibat-akibat itu merupakan konsekuensi dari proses mobilitas sosial. Berikut
ini beberapa penyebab dan konsekuensi mobilitas tersebut.
1. Faktor penyebab mobilitas sosial
Banyak faktor yang dapat menentukan terjadinya mobilitas sosial
yang dialami oleh seseorang. Faktor-faktor itu dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu:
a. Faktor
struktur sosial,
b. Faktor
kemampuan individu,
c. Faktor
kemujuran.
Ketiga faktor tersebut dapat membuat seseorang mengalami perubahan
sosial, misalnya melalui a. kekayaan karena setiap orang mempunyai kesempatan untuk
memperoleh materi (kekayaan) lebih banyak, b. Setiap orang dapat memperoleh
pekerjaan yang lebih baik, c. Setiap pegawai mempunyai kesempatan kenaikan
pangkat (jabatan), atau sebaliknya, dan setiap orang memungkinkan mendapatkan
keberuntungan yang tidak diduga sebelumnya. Berikut ini dijelaskan ketiga
faktor tersebut.
a. Faktor struktur sosial
Faktor struktur sosial
meliputi ketersediaan lapangan kerja (kesempatan), sistem ekonomi dalam suatu
masyarakat (negara), dan tingkat kelahiran dan kematian penduduk. Hampir setiap
kelompok masyarakat atau bangsa memiliki struktur sosial tidak sama. Daerah
yang sebagian besar masyarakat sebagai petani, masyarakatnya sebagai petani
tradisional, bekerja kasar mengolah sawah, hanya sedikit tersedia lapangan
kerja yang bergengsi seperti pengusaha penggilingan, pedagang hasil bumi dan
penyalur sarana pertanian. Termasuk masyarakat nelayan tradisional,
pekerjaannya sebagai pencari dan pengolah ikan, sebaliknya hanya sedikit
lapangan kerja tersedia untuk menjadi pengusaha di bidang perikanan,
distributor, atau pemilik kapal besar. Hal ini berbeda dengan masyarakat
industri, berbagai lapangan pekerjaan tersedia, seperti satpam, maintenen,
tenaga produksi, pengawas/mandor, pemasaran produk, salesman, periklanan,
manajer hingga pemimpin dan pemilik perusahaan. Banyaknya perusahaan berdiri
maka semakin banyak tersedia lapangan pekerjaan, maka semakin banyak pula
peluang terjadinya mobilitas sosial. Orang juga memiliki peluang lebih besar
berganti pekerjaan dibandingkan dengan masyarakat pertani atau nelayan
tradisional. Hal ini disadari oleh bangsa kita, bahwa bekerja di sektor
pertanian atau nelayaan sangat sulit untuk meningkatkan status sosialnya maka
yang terjadi adalah besarnya perpindahan penduduk dari desa ke kota-kota besar (urbanisasi).
Pemuda-pemudadesa yang berpotensi
mengolah lahan pertaniannya berbondong- bondong pergi ke kota mencari pekerjaan
yang lebih menjajikan. Apalagi dengan besarnya pertumbuhan industry di kota
yang menjanjikan adanya peluang dan kesempatan kerja bagi mereka untuk meningkatkan
status sosialnya. Hal ini karena pekerjaan sebagai petani dianggap tidak
menarik, tidak bergengsi, pekerjaan kasar dan kurang menjajikan, sedikit
memberikan hasil tetapi memerlukan tenaga yang cukup besar. Sementara itu di
kota banyak tersedia pekerjaan, mulai dari pekerja pabrik hingga menjadi tenaga
eksekutif. Bahkan, sangat memungkinkan bila seseorang mau bekerja keras dan
beruntung mampu mendirikan pabrik sendiri, menjadi pemilik perusahaan. Di desa
kemungkinan seperti itu sangat kecil dan kalu bisa sulit untuk memulai dan
mengelolanya. Ada beberapa Negara / daerah yang memberlakukan sistem ekonomi Sering
berpengaruh terhadap pertumbuhan industri. Seperti, pembatasan pertumbuhan
industri karena adanya regulasi pemerintah, berdampak terhadap perkembangan
industri sehingga membatasi pertambahan lapangan kerja, akibatnya semakin sulit
pula orang mencari pekerjaan. Sebaliknya, apabila pemerintah membuka
seluas-luasnya kesempatan mendirikan industri, maka semakin banyak pula
kesempatan dan peluang kerja kerja. Negara-negaraberkembang seperti Indonesia,
memberi peluang dan kebebasan berusaha, tetapi tetap melindungi warga
masyarakatnya (pribumi) dari datangnya tenaga dan pengusaha asing yang lebih
berpengalaman dari negara lain. Jika para penanam modal asing dibebaskan
seluas-luasnya, maka para tenaga kerja dan pengusaha pribumi akan tersingkir
bahkan gulung tikar, karena pekerjaan-pekerjaan kelas atas hanya akan dinikmati
orang-orang asing yang lebihterampil. Bila kondisi tersebut tidak diantisipasi
oleh pemerintah maka perubahan status sosialnya tidak akan berlangsung,
akibatnya mobilitas sosial tidak akan berlangsung.
b. Faktor kemampuan individu.
Kemampuan individu merupakan
faktor yang perannya dalam mobilitas sosial. Faktor individu meliputi faktor pendidikan, etos kerja, cara
bersikap terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Seluas apa pun
kesempatan mobilitas terbuka bagi semua orang, jika orang tersebut tidak
memiliki kemampuan untuk mencapainya, maka tidak mungkin terjadi mobilitas
naik. Sebaliknya, ketidakmampuan seseorang dalam mempertahankan kedudukan Sosialnya
justru dapat menyebabkan terjadinya mobilitas menurun. Kemampuan individu dapat
dilihat dari :
1) Faktor Pendidikan.
Kemampuan individu dipengaruhi
oleh tingkat pendidikannya, pengetahuan, pengalaman. Semakin terdidik seseorang
biasanya semakin cakap, namun kemampuan individu dalam bidang pendidikan tidak
dapat disamakan dengan prestasi akademik di sekolah. Angka yang tertinggi di
bangku sekolah tidak menjamin keberhasilan seseorang dalam hidup. Sebab, angka
(nilai) tertinggi hanya menunjukkan salah satu aspek kecerdasan, yaitu
kecerdasan intelektual. Padahal untuk berhasil dalam hidup, seseorang tidak
hanya dapat mengandalkan kecerdasan intelektual semata. Aspek-aspek kecerdasan
lainnya perlu dikembangkan melalui pendidikan, antara lain kecerdasan
matematis, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan musikal,
kecerdasan spasial, kecerdasan spiritual, kecerdasan kinestika, kecerdasan
motorik dan lain-lain. Semua aspek kecerdasan tersebut dapat memengaruhi
keberhasilan seseorang dalam hidup sehingga perlu dikembangkan di sekolah. Seseorang
yang mempunyai kecerdasan musical kemampuan seni (melukis, menyanyi), ternyata
sukses dalam hidupnya meskipun orang-orang seperti itu mungkin saja tidak
cerdas secara intelektual, tetapi kemampuan dalam berolah seni (estetika) telah
membuatnya mencapai kedudukan sosial ekonomi bagus.
Olahragawan yang berprestasi
dalam bidang olah tubuh (kecerdasan kinestika), mempunyai kesempatan besar
untuk merubah kehidupannya. Demikian juga kecerdasan sosial, yang
aktualisasinya berupakemampuan bergaul dengan orang lain. Orang yang mampu
bergaul (dalam artipositif) mengetahui cara menghadapi orang lain, cerdas dalam
membaca situasi dan kondisi, sehingga sehingga caranya berperilaku membuatnya
memperoleh dukungan dari orang lain dalam meraih keberhasilan. Semua aspek
kecerdasan dikembangkan dalam proses pendidikan, sehingga seseorang dapat
memiliki kemampuan sesuai bakat masing-masing. Tingkat pendidikan seseorang
dapat mendukung naiknya status sosial seseorang, karena :
- Tingginya pendidikan membuat seseorang dihormati di dalam masyarakat,
- Pendidikan mengantarkannya besar memperoleh semakin pekerjaan yang bagus, seseorang berpenghasilan sehingga memudahkan memperoleh status sosial yang lebih tinggi. Prestasi di sekolah mencerminkan kemampuan intelektualnya, petunjuk pribadi seseorang dalam menghadapi pekerjaan dan rasa tanggung jawab.
2) Faktor Etos Kerja.
Etos kerja dapat diartikan
sebagai kebiasaan yang telah menjadi ciri khas seseorang atau suatu masyarakat
dalam bekerja. Kebiasaan itu berkaitan dengan perilaku, kebudayaan dan mengembangkan etos kerja pribadinya. nilai-nilai
sosial individu dalam Kebiasaan yang sering dilakukan mulai masa kanak-kanak
merupakan awal terbentuknya etos kerja seseorang, dan akan menentukan berhasil
atau tidaknya seseorang di masa dewasa nanti. Ketekunan, kerajinan, keuletan,
kedisiplinan, keteguhan, pantang menyerah, dan suka bekerja keras merupakan
faktor yang menentukan etos kerja seseorang. Apabila kebiasaan itu telah
menjadi etos kerja yang mendarah daging dalam diri seseorang, maka besar
kemungkinan seseorang tersebut akan mengalami mobilitas sosial naik dalam karir
maupun pendapatan dimasa dewasa.
Apabila seseorang ingin
mencapai keberhasilan di masa depan, harus mulai maju berjuang dan memilki etos
kerja yang baik dari sekarang. Masa sekolah dari SD, SMP, SMA, hingga perguruan
tinggi pada dasarnya adalah perjuangan panjang. Seseorang rela menghabiskan
waktu lama untuk menekuni ilmu di bangku sekolah, padahal di luar sekolah
banyak kesenangan yang ditawarkan. Seseorang meninggalkan kesenangan sesaat
yang ditawarkan itu demi mencapai cita-cita. Namun masa perjuangan di sekolah
yang panjang tersebut tidak akan banyak berarti bila seseorang tidak mempunyai
etos belajar yang baik. Bangsa Jepang, Korea merupakan bangsa yang gila kerja
mempunyai etos kerja yang tinggi, sekarang ini kondisinya sangat berlawanan
dengan etos kerja Bangsa Indonesia. Presiden kita, membentuk kabinet kerja,
manganjurkan agar kita bekerja, bekerja, bekerja dan bekerja nyata pertumbuhan
ekonomi bangsa.
c. Faktor kemujuran (keberuntungan).
Faktor keberuntungan adalah
faktor yang menimbulkan mobilitas sosial tanpa diduga/direncanakan terlebih
dahulu. Faktor ini sebenarnya mempunyai peranan yang sangat kecil dalam
keberhasilan seseorang, bahkan hanya dialami oleh sebagian kecil anggota
masyarakat (keberuntungan hanyalah 1%, sedangkan 99% adalah keja keras). Seseorang
tidak melakukan kerja keras tiba-tiba mendapat hadiah berupa uang ratusan juta
karena memenangkan undian, ada banyak orang yang bekerja keras bertahun tahun
tetapi tidak mampu mengumpulkan uang sebesar undian yang dimenangkan seseorang tersebut.
Yang mendapatkan undian mengalami kenaikan kekayaan, sedangkan yang tidak
mendapatkan tetap seperti biasanya, berarti dari segi kekayaan orang yang
memperoleh undian mangalami mobilitas naik. Sebagian besar orang mengakui bahwa
keberhasilannya diperoleh dari hasil usaha kerasnya, keberhasilan tidak datang
dengan tiba-tiba tapi diupayakan. Walaupun faktor keberuntungan turut menjadi
penentu, namun kita hendaknya jangan bersikap menyerah kepada takdir. Sebab,
Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang bila orang tersebut tidak melakukan
usaha perubahan nasibnya sendiri. Agama mengajarkan kepada kita untuk bekerja dan
berusaha, disertai dengan doa.
E. Faktor Pendorong
dan Penghambat Mobilitas sosial.
Mobilitas sosial tidak akan
berlangsung dengan sendirinya, pasti ada beberapa faktor yang menjadi penggeraknya.
1. Faktor yang mendorong terjadinya
mobilitas sosial, diantaranya :
a. Faktor
kondisi sosial.
Masyarakat
yang mengikuti sistem terbuka, mempunyai pandangan lebih terbuka, lebih maju
akan mengalami mobilitas lebih cepat. Selain itu kemajuan teknologi juga akan
mendorong mobilitas sosial lebih cepat, karena kemajuan teknologi akan
mengantarkan seseorang mencapai statifikasi sosial yang lebih tinggi dan lebih
mapan.
b. Faktor
Lapangan kerja.
Lapangan
kerja menyediakan seseorang untuk memperoleh pekerjaan, dan menentukan spesifikasi
jenis pekerjaan. Ketersediaan lapangan pekerjaan yang berdampak langsung
terhadap kesempatan mobilitas sosial juga dipengaruhi oleh angka pertumbuhan
penduduk. Bila saat ini terjadi angka kelahiran tinggi, maka dapat diramalkan
dua puluh tahun lagi akan terjadi ledakan jumlah pencari kerja, karena anakyang
lahir sekarang ini, due puluh tahun lagi akan memasuki lapangan kerja.
Seandainya tingkat pertumbuhan lapangan kerja tetap, sedangkan jumlah penduduk bertambah,
tentu akan terjadi kelebihan tenaga kerja. Semakin banyak pencari kerja berarti
semakin kecil peluang terjadinya mobilitas sosial naik. Spesifik kerja juga
menuntut keahlian khusus, semakin spesifik pekerjaan yang tersedia semakin
sedikit pula kemungkinan seseorang memperoleh atau berpindah ke pekerjaan yang
satu ke yang lainnya. Hal ini juga akan mempersulit terjadinya mobilitas
sosial.
c. Perluasan
daerah otonomi
Adanya
wilayah baru yang dikembangkan, semula kecamatan diperluas menjadi kabupaten
baru akan menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk. Perpindahan penduduk ini
dimaksudkan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari pada tetap berada
di daerah asalnya, karena perluasan daerah baru membutuhkan pekerja yang lebih
banyak. Posisi-posisi jabatan yang semula tidak ada, dengan adanya birokrasi
baru maka di adakan, pegawai yang terbatas ditambah, sarana prasarana yang
semula belum ada dibangun. Itu semua akam membuka lapangan pekerjaan baru yang
Merupakan lahan yang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan status sosialnya.
Kondisi seperti itu akam mendorong cepatnya mobilitas sosial.
d. Tingkat
fertilitas.
Tingkat
fertilitas mempengaruhi mobilitas sosial, terkait dengan semakin banyak jumlah
kelahiran bayi akan semakin membutuhkan lapangan pekerjaan baru, padahal
lapangan pekerjaan sangat sulit dikembangkan. Tingkat kelahiran yang tinggi
biasanya terjadi pada golongan masyarakat kelompok menengah ke bawa, akibatnya
akan mempersulit tingkat ekonominya. Sementara kelompok kelas sosial yang
tinggi, pendidikannya tinggi sebagian besar mereka mempunyai kesadaran
reproduksi dan mempertimbangkan resiko melahirkan, sehingga mereka menentukan jumlah
anak yang dilahirkan. Oleh karena itu kelompok kelas tinggi ini mampu
mempertahankan status sosialnya tetap berada pada kondisi yang lebih mapan,
bahkan anak-anaknya bisa lebih sukses sehingga dapat meningkatkan status
sosialnya sendiri. Kedua kondisi tersebut yang menimbulkan mobilitas sosial
yang tetap atau bahkan menaik.
e. Situasi
politik dan pemerintahan
Kondisi
pemerintahan yang stabil memungkinkan seseorang dapat meningkatkan
pendidikannya, memperoleh pekerjaan dan meningkatkan tarap hidupnya. Kenaikan
taraf hidup akan mendorong terjadinya mobilitas sosial. Hal ini terbukti di
negara kita, semakin mapannya pemerintahan dan sistem politik semakin banyak
orang yang mencapai kesuksesan, terbukti banyaknya kendaraan di jalanan
sehingga hampir semua kota besar mengalami permasalahan transportasi karena
jalanan macet. Disetiap musim libur, hampir semua daerah tujuan wisata
didatangi wisatawan, sehingga obyek wisata ramai bahkan hampir setiap daerah
membuka obyek wisata baru penuh didatangi pengunjung. Hampir setiap rumah makan
diserbu oleh penggemar kuliner, sehingga di kota samapai di desa tumbuh
distinasi wisata kuliner baru. Itu semua merupakan tanda kestabilan
pemerintahan yang dapat mempengaruhi mobilitas sosial.
2. Faktor Penghambat
mobilitas sosial
Ada beberapa faktor yang dapat menghambat mobilitas sosial, yaitu
:
a. Ras dan kasta
Perbedaan
ras dapat menimbulkan perbedaan status sosial, karena dengan sistem rasial
dapat menciptakan kelas kelas sosial. Kelas sosial rendah berbeda dengan kelas
sosial menengah apalagi ras tinggi, demikian pula sebaliknya. Setiap kelas
dalam ras menentukan pola kehidupannya, kelas rendah biasanya berada pada taran
sosial ekonomi yang rendah, mereka mengalami kesulitan untuk meningkatkan
kesejahteraannya karena dibatasi dengan berbagai aturan dan norma. Contohnya,
ras kulit putih dan kult hitam di Afrika; Sistem kasta di Bali dan di India.
b. Diskriminasi kelas sosial.
Suatu
keanggotaan di dalam organisasi kemasyarakatan sering dibatasi dengan berbagai
aturan yang mempersyaratkan anggotanya memiliki kemampuan dan pengakuan
tertentu untuk menduduki suatu posisi yang lebih tinggi. Adanya diskriminasi
kelas dalam sistem kelas terbuka dapat menghalangi seseorang untuk melakukan
mobilitas ke kelas yang lebih tinggi. Sistem terbuka sering ada pembatasan
keanggotaan dan bila akan menduduki posisi tertentu harus memenuhi berbagai
syarat tertentu pula, syarat ini belum tentu setiap anggotanya mempunyai.
Misal, posisi pimpinan dan keanggotaan dalam partai politik, jumlah anggota
terbatas, jumlah anggota dalam lembaga tertentu dibatasi (DPR hanya 500 orang).
Masyarakat yang hidup di kelas sosial redah, mereka akan mempunyai pola pikir,
nilai sosial dan kebiasaan hidup sederhana. Lingkungan tersebut mempengaruhi
masyarakatnya untuk tetap hidup dalam kondisi apa adanya yang dihadapi dan
ditemui kesehariannya, mereka merasa sulit dan enggan untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Kondisi tersebut akan emperlambat mobilitas sosial.
c. Kemiskinan
Kemiskinan
akan sangat mempengaruhi seseorang atau masyarakatnya untuk berkembang seseorang
untuk ke arah yang lebih maju. Kemiskinan membatasi meningkatkan pendidikannya,
pekerjaannya dan kesejahteraannya sehingga mereka tetap terbelenggu pada
kondisi yang memprihatinkan. Dengan kata lain mereka mengalami kesulitan untuk mengubah
status sosialnya ke posisi yang lebih baik. Hal itu akan menghambat mobilitas
sosialnya.
F. Konsekuensi
mobilitas sosial.
Mobilitas sosial, pada
dasarnya mobilitas sosial memiliki hubungan erat struktur sosial. Mobilitas
sosial merupakan proses perpindahan seseorang atau sekelompok orang dari kelas
atau kelompok sosial yang satu menuju kelas atau kelompok sosial lainnya.
Apabila seseorang berpindah dari satu status sosial menuju status sosial lain,
orang tersebut akan beberapa kemungkinan.Kemungkinan-kemungkinan itu menghadapi antara lain penyesuaian diri, terlibat konflik dengan
kelas atau kelompok sosial yang baru dimasukinya, dan beberapa hal
lain yang menyenangkan atau justru mengecewakan.
1. Penyesuaian diri terhadap lingkungan baru
Kelompok sosial atau kelas
sosial merupakan sebuah subkultur, yaitu suatu kesatuan masyarakat (unit
sosial) pada kelas atau kelompok sosial tertentu yang mengalami perkembangan
kebudayaan sesuai dengaan kelompok tersebut. Di dalam setiap kelas dan kelompok
sosial berkembang nilai dan norma tertentu yang hanya berlaku bagi para anggotanya.
Gaya dan pola hidup setiap kelas dan kelompok sosial selalu berbeda. Gaya hidup
kelas atas berbeda dengan gaya hidup pedagang; Gaya hidup orang desa berbeda
dengan gaya hidup orang kota; Gaya hidup orang Jawa berbeda dengan gaya hidup
orang Batak. Perbedaan kultur antar kelompok sosial yang tercermin dalam gaya
hidup seperti ini, sering menjadi tantangan bagi anggota yang baru masuk
melalui proses mobilitas sosial.
Kelompok sosial pada
masyarakat desa, biasanya sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan,
gotong-royong, dan paguyuban. Berbeda dengan kultur masyarakat kota yang
bersifat individualistis, mementingkan diri sendiri, dan impersonal. Misalnya,
seseorang yang telah bertahun-tahun hidup di kota besar, setelah berhenti dari
pekerjaannya (pensiun) dia memutuskan untuk menghabiskan masa tuanya di desa
kelahirannya. Apabila dia ingin diterima sebagai warga desa yang baik, maka dia
harus menyesuaikan diri dengan situasi, kondisi, tradisi, dan budaya di desa tersebut.
Pola kehidupan di kota yang individualis dan mementingkan diri sendiri harus
sedikit demi sedikit ditinggalkan dan mulai menyesuaikan diri dengan pola di
desa. Penyesuaian diri seperti ini berlaku bagi siapa saja yang memasuki kelas
atau kelompok sosial baru sebagai akibat mobilitas sosial. Di lingkungan tempat
tinggal yang baru, seseorang harus menyesuaikan diri dengan kultur masyarakat
setempat. Penyesuaian diri seperti ini dapat terjadi dengan baik jika
lingkungan baru yang dimasuki mau menerima kehadiran pendatang baru. Sering
terjadi tidak semua kelas atau kelompok sosial mau menerima pendatang baru,
sehingga sering seseorang menghadapi konsekuensi kedua, yaitu tidak diterima
pada kelompok baru tersebut.
2. Konflik dengan lingkungan baru
Konflik terjadi bila
masyarakat yang dimasuki tidak menerima kehadiran orang baru, terutama bila
pendatang baru tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Selain
itu ada juga orang yang berperilaku menyimpang. Orang-orang berperilaku menyimpang
biasanya menghadapi konflik dengan lingkungan di manapun dia berada. Orang yang
suka mabuk, mengonsumsi narkoba, para penjaja seks, atau suka mengganggu orang
lain, mengganggu ketertiban umum biasanya selalu ditolak di kelas atau kelompok
sosial mana pun. Kehadirannya dianggapsebagai pengganggu keamanan dan
kenyamanan masyarakat. Sehingga sering masyarakat mengusir dan tidak
menghendaki kehadirannya yang dinilai mengganggu ketertiban masyarakat
tersebut. Mobilitas yang dapat menyebabkan terjadinya konflik, misalnya kasus kembalinya
residivis (narapidana) ke lingkungan asalnya. Mobilitas sosial dalam lingkungan
pekerjaan dapat mengalami konflik apabila terjadi proses yang dianggap tidak
benar atau menyalahi norma sosial dan prosedur yang berlaku. Misalnya kehadiran
pejabat baru padasuatu lingkungan kerja, yang tidak melalui proses yang wajar
melalui jenjang karir atau prestasi, akan tetapi melalui praktek nepotisme,
akan ditolah oleh lingkungannya.
3. Adanya harapan dan kekecewaan
Struktur masyarakat yang
terbuka telah memberi kesempatan terjadinya mobilitas secara luas. Keterbukaan
ini selain memberikan kesempatan untuk terjadinya mobilitas naik, juga
sekaligus memberikan kemudahan pula untuk terjadinya mobilitas menurun.
Akibatnya, penurunan status dan kenaikan status sosial memiliki peluang yang
sama untuk dialami seseorang. Baik peningkatan maupun penurunan status dapat
berdampak positif dan negatif. Mobilitas naik memberikan kesempatan bagi orang
yang mengalaminya untuk menikmati hidup secara lebih baik. Seseorang yang
memperoleh kedudukan lebih tinggi berarti memperoleh pendapatan tinggi pula
untuk naik, sehingga kualitas hidupnya semakin lebih baik, tingkat ekonomi, kesejahteraan
dan kebahagiannya lebih baik dari pada orang yang statusnya lebih rendah. Hal
ini juga sering menimbulkan adanya kecemburuan sosial pada masyarakat
disekitarnya. Masyarakat dengan sistem mobilitas terbuka, persaingan yang
terjadi berdasarkan prestasi, siapapun yang unggul akan menduduki posisi puncak
dalam struktur masyarakat. Akibatnya masyarakat akan diatur dan dikendalikan
oleh orang-orang yang benar-benar berkualitas. Tetapi mobilitas terbuka juga dapat
menimbulkan persaingan yang mengarah kepada konflik karena setiap orang
mempunyai kesempatan dan harapan terlalu tinggi. Tidak selamanya
harapan-harapan yang lebih baik dapat tercapai. Pada kondisi seperti inilah
seseorang dapat mengalami kekecewaan sehingga hidupnya tidak bahagia. Orang
yang belum siap menerima kedudukan tinggi dapat merasa tidak nyaman dalam
posisinya, karena tanggung jawab dan beban juga semakin berat. Kesibukan yang
bertambah membuat hubungan orang tua dengan anak menjadi berkurang. Jika
anak-anak yang merasa kehilangan kasih saying dari orang tua ini merasa tidak
puas, mereka akan mencari pelampiasan. Demikian juga sebaliknya, orang yang
kehilangan kekuasaan atau kedudukan sering mengalami postpower syndrome. Sindrom
ini merupakan ciri-ciri perilaku tertentu yang ditunjukkan seseorang sebagai
akibat kedudukan dan kekuasaan. Selama memilikikekuasaan dan kedudukan, dia
dihormati banyak orang karena pengaruhnya, setelah tidak menduduki jabatan berarti
kehilangan kekuasaannya, hal ini membuat orang merasa kecewa, putus asa dan merasa
kurang berharga dalam lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar