Selamat Datang di Beta pung Blog : Kekuatan Komunikasi

Selamat Datang di Beta pung Blog : KEKUATAN KOMUNIKASI

Rabu, 04 Oktober 2023

MOBILITAS SOSIAL


A. Pengertian Mobilitas Sosial

Seseorang atau sekelompok orang di dalam masyarakat, baik disadari ataupun tidak, selalu berada pada status tertentu. Seseorang atau kelompok orang yang menempati status tertentu dalam struktur sosial tersebut, dalam perjalanan hidupnya akan mengalami perubahan status tersebut. Status seseorang sepanjang kehidupannya di dalam masyarakat tidaklah abadi, misalnya dalam bidang ekonomi ada yang miskin, ada yang kaya, ada yang berkedudukan rendah (masyarakat biasa), ada yang mempunyai status (kedudukan) terhormat. Secara manusiawi tidak ada seseorang yang nyaman berada pada status yang rendah, oleh karena itu banyak orang yang berusaha untuk meningkatkan kehidupannya ke status yang lebih tinggi. Satus yang lebih baik senantiasa akan selalu menjadi harapan setiap orang. Sebagai mahasiswa belajar merupakan salah satu usaha untuk mencapai status tertentu yang lebih baik dalam masyarakat di masa yang akan datang. Status yang lebih tinggi dan lebih baik dari orang lain merupakan cerminan dan harapan setiap orang, karena dengan status yang lebih baik akan membuat seseorang lebih terhormat dan lebih dihargai oleh orang lain. Setiap orang yang hidup dalam kelompok masyarakat akan selalu mengalami perubahan, pergeseran, peningkatan, atau bahkan penurunan statusnya termasuk peran dalam masyarakat. Contoh seorang buruh karena usaha dan kerja kerasnya mampu menabung dan menjadi pengusaha atau pedagang. Setelah sukses menjadi pengusaha mempunyai banyak tabungan dan menjadi tokoh masyarakat, lalu orang tersebut mencalonkan diri menjadi lurah atau bahkan bupati. Contoh tersebut menggambarkan adanya gerak (mobilitas) sosial ke atas.

Dalam kehidupan masyarakat seseorang atau sekelompok orang dapat mengalami perubahan status dalam struktur sosial di masyarakat. Perubahan status tersebut dapat bersifat menguntungkan yaitu berpindah dari status yang rendah menjadi lebih baik (status naik) dari sebelumnya, tetapi ada juga yang mengalami perpindahan dari status semula tinggi ke kedudukan yang sebetulnya tidak diinginkan (status turun). Perpindahan status tersebut mempunyai arah, dan saluran, seseorang menuju ke suatu status tertentu maka diperlukan alat ataupun sarana untuk mencapai status tersebut. Sosiologi mempelajari gejala sosial tersebut, hal tersebut dipelajari agar seseorang dapat memahami struktur masyarakat dan status seseorang dalam masyarakat tersebut, disamping itu agar seseorang berusaha mengubah kehidupannya agar lebih baik. Selain itu juga perlu dipelajari agar diketahui jalur atau jalan/cara yang ditempuh untuk mencapai status baru yang lebih baik. Dalam sosiologi proses perpindahan status seseorang, baik yang berpindah ke yang lebih menguntungkan sesuai harapan, maupun yang berpindah ke status yang tidak diinginkan disebut “mobilitas sosial”.

Mobilitas sosial adalah suatu gerak atau perpindahan seseorang dari suatu status atau kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Uraian di atas terdapat dua istilah yaitu status sosial (yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat) dan mobilitas sosial. Keduanya dalam sosiologi merupakan bagian dari struktur sosial. Struktur sosial meliputi stratifikasi, diferensiasi yang akan menimbulkan adanya kelompok-kelompok dan kelas-kelas sosial di dalam masyarakat. Sedangkan mobilitas sosial adalah perpindahan seseorang dari status sosial tertentu ke status yang lain. Perubahan status sosial seseorang ini sering dijadikan tolok ukur keberhasilan dalam meningkatkan kesejahtaraan masyarakat, khususnya pembangunan ekonomi. Berhasil tidaknya program pembangunan diukur dari banyak sedikitnya perubahan statur ekonomi seseorang dalam masyarakat tersebut.

Pembahasan mobilitas sosial selalu terkait erat dengan status sosial, karena dalam kehidupan masyarakat seseorang selalu akan berusaha meningkatkan status sosialnya. Mobilitas sosial merupakan suatu gerak dan perpindahan status sosial, dalam proses tersebut menunjukkan adanya posisi awal dan posisi tujuan. Mobilitas sosial berjalan sangat cepat biasanya terjadi pada masyarakat yang menganut sistem terbuka, karena lebih memungkinkan untuk berpindah strata setiap saat. Masyarakat yang menganut sistem terbuka memberi kesempatan pada masyarakatnya untuk berusaha melakukan perubahan status sosial secara terbuka pula atau diberi kebebasan. Pada umumnya seseorang yang melakukan usaha secara keras akan mencapai perubahan ke status yang lebih tinggi sesuai dengan keinginannya secara cepat, karena pada system terbuka tidak ada aturan-aturan atau norma-norma yang mengikat untuk melakukan perubahan. Demikian pula warga masyarakat di lingkungannya juga menerima dan mengakui apa yang telah diperoleh seseorang dalam usaha meningkatkan statusnya. Sedangkan pada masyarakat yang bersifat tertutup kemungkinan untuk pindah status lebih sulit. Contohnya, masyarakat yang dalam kehidupannya mengikuti sistem kasta (India, Bali). Adat masyarakat Bali, bila seseorang lahir dari kasta yang paling rendah, maka untuk selamanya ia tetap berada pada kasta yang rendah tersebut, meskipun ia memiliki kemampuan atau keahlian yang lebih baik ia tidak mungkin dapat pindah ke kasta yang lebih tinggi. Masyarakat dengan sistem kasta yang menjadi kriteria stratifikasi adalah keturunan, sehingga tidak terjadi mobilitas sosial dari strata satu ke strata lain. Kemungkinan yang bisa terjadi, bila seseorang menikah dengan kasta yang lebih tinggi, sehingga anaknya nanti akan masuk ke kasta yang lebih tinggi. Namun kasta yang tinggi sangat ketat memagari dengan aturannya agar kasta rendah tidak bisa nikah dengan kasta lain yang lebih rendah.

1. Definisi Mobilitas Sosial

Mobilitas berasal dari kata “mobilis” (bahasa Latin), berarti mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, dalam bahasa Indonesia “mobil” dapat diartikan dengan “gerak” atau “perpindahan”. Mobilitas sosial merupakan suatu konsep dinamika sosial yang secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu gerakan yang terjadi akibat berpindah atau berubah status sosial seseorang atau sekelompok orang pada saat yang berbeda, dari lapisan (strata sosial) yang satu ke strata sosial yang lain. Berikut ini disampaikan beberapa definisi mobilitas sosial yang dikemukakan oleh sosiolog :

a.   Soerjono Soekanto (1982), mengatakan mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial.

b.   Kimball Young dan Raymond W. Mack: Mendifinisikan mobilitas sosial adalah suatu mobilitas dalam struktur sosial, yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial.

c.   Menurut William Kornblum: Mobilitas sosial adalah perpindahan individu-individu, keluarga-keluarga dan kelompok sosialnya dan satu lapisan ke lapisan sosial lainnya.

d.   Jeffries dan H.Edward Ransford (1980): Mobilitas sosial adalah perpindahan ke atas atau ke bawah dalam lingkungan sosial secara hierarki.

e.   Robert M.Z. Lawang: mobilitas sosial adalah perpindahan posisi dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain atau dari satu dimensi ke dimensi yang lainnya.

f.    Horton dan Hunt (1987): mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya.

g.   Craig Alhoun, dkk., 1997: 194. Mobilitas sosial menunjuk pada gerakan dari satu kedudukan atau tingkat sosial ke yg lainnya. Hal itu mungkin berupa naik ke atas dalam tangga sosial, memanjat ke puncak, atau terjun ke bawah.

h.   Anthony Giddens (1993). Istilah mobilitas sosial menunjuk pada gerakan dari orang per orang dan kelompok-kelompok di antara kedudukan-kedudukan sosial ekonomi yang berbeda.

i.    Borgatta & Borgatta (1992). Mobilitas sosial adalah gerakan orang per orang, keluarga-keluarga atau kelompok-kelompok dari satu kedudukan sosial ke yg lainnya.

j.    Michael S Basis (1988), mobilitas adalah perpindahan lingkungan sosio-ekonomi baik ke atas ataupun ke bawah yang dapat mengubah status sosial seseorang di dalam masyarakat.

k.   Hartini dan G. Kartasapoetra, pengertian mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan seseorang atau sekelompok warga dari status sosial yang satu ke status  sosial yang lain atau perpindahan posisi kedudukan dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain atau dari dari satu dimensi lapisan ke dimensi lapisan lainnya.

l.    Bruce J. Cohen, mobilitas sosial adalah perpindahan individu dari satu status sosial ke status sosial lainnya. perpindahan tersebut bisa naik bisa juga turun dan bisa juga tetap.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan beberapa hal tentang mobilitas sosial yang dapat diambil intisarinya, antara lain:

1.     Suatu gerak dalam struktur sosial, berupa pola-pola tertentu yang mengatur organisasi kelompok sosial.

2.     Inti mobilitas adalah perpindahan status sosial seseorang, dimana perpindahan ini berkaitan dengan pelapisan sosial yang ada dalam masyarakat.

3.     Pihak yang berpindah adalah seseorang yang menjadi warga masyarakat baik sebagai orang per orang, atau kelompok sosial termasuk keluarga.

4.     Bergeraknya atau berpindahnya orang per orang atau kelompok dalam pelapisan sosial itu dapat bersifat vertikal ( ke atas atau ke bawah) namun juga bisa bersifat horizontal (ke samping).

5.     Perpindahan status seseorang disebabkan karena meningkatnya pendidikan, prestasi kerja, kemampuan untuk menguasai materi dan masalah, kenaikan pangkat, menduduki jabatan publik.

6.     Perpindahan tersebut berhubungan dengan status, kedudukan sosial ekonomi, posisi atau kelas sosial dari seseorang atau kelompok tertentu di masyarakat.

Para ahli sosiologi mengidentifikasikan bahwa naik turunya kedudukan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendidikan, kelas sosial dari orang tua, ras, pekerjaan, usia, dan gender.

2. Status Sosial dan Peran Sosial

Mobilitas sosial sangat terkait erat dengan status dan peran sosial. Peran sosial diartikan sebagai kedudukan seseorang di dalam masyarakat dan kelompoknya, dalam kelompok tersebut seseorang mempunyai hak dan kewajiban. Contoh, mahasiswa berstatus sebagai siswa yang mempunyai hak mendapatkan bimbingan untuk memperoleh ilmu dari dosen, namun mahasiswa juga mempunyai kewajiban untuk belajar lebih giat baik secara mandiri maupun berkelompok untuk memperkaya ilmu pengetahuannya. Seseorang dalam kelompok sosial atau masyarakat dalam waktu yang sama bisa memiliki beberapa status sosial sekaligus. Misalnya sebagai tokoh masyarakat, ketua rukun tangga, ketua organisasi kemasyarakatan, pegawai negeri dan sebagainya. Seseorang dapat memperoleh status sosial dengan berbagai macam cara, yaitu :

a.  Ascribed Status

Yaitu status sosial seseorang yang diperoleh atas dasar keturunan/kelahiran. Status sosial atas dasar keturunan, diperoleh seseorang secara otomatis sejak dilahirkan sudah menempati pada status tertentu. Status sosial ini terjadi pada kelompok masyarakat yang mobilitas sosialnya rendah, dan memiliki struktur sosial yang tertutup. Misalnya pemerintahan yang menganut sistem kerajaan, gelar kebangsawanan seseorang yang terlahir dari orang tua yang memiliki gelar bangsawan tertentu secara otomatis anak keturunannya juga akan memperoleh status sesuai dengan kedudukan orang tuanya. Masyarakat yang beragama Hindu (India, Bali), seseorang yang terlahir dari orang tua yang berkasta rendah (sudra) secara otomatis juga akan masuk kestatus kasta sudra, demikian pula kasta kasta yang lainnya.

b.  Achieved Status

Adalah status seseotang yang diperoleh atas dasar usaha. Status sosial ini dapat dicapai oleh siapa saja dengan cara tertentu dan berusaha secara mandiri, maksimal sesuai dengan kemampuannya. Apabila seseorang telah mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam status tertentu, maka seseorang tersebut dapat memperoleh status tersebut. Contohnya, untuk memperoleh status pendidikan sarjana maka seseorang (mahasiswa) diwajibkan mengikuti prosedur dan persyaratan tertentu sehingga dapat memunuhi kriteria yang ditentukan sebagai seorang sarjana. Status yang dapat diusahakan umumnya

dalam bidang pendidikan, jabatan, politik dan pekerjaan. Sistem politik di Indonesia memungkinkan seseorang menaikan status sosialnya melalui partai politik, yaitu dengan cara mencalonkan diri sebagai anggota dewan perwakilan rakyat pusat ataupun daerah, sebagai wali kota, bupati, gubernur, wakil presiden atau bahkan presidenpun sangat memungkinkan.

c.  Assigned Status

Adalah status sosial atas dasar pemberian. Status ini berkaitan dengan status yang diperoleh melalui usaha. Keberhasilan seseorang dalam melakukan usaha, akan memperoleh (diberi ) status tertentu, termasuk orang yang berjasa terhadap negara sering diberi status ini. Misalnya pemenang olimpiade dalam cabang olahraga bulutangkis “Owi dan Butet” mendapat gelar pahlawan olah raga. Seorang siswa yang memenangkan olimpiade matetatika akan mendapat sebutan pelajar berprestasi.

Selain status seseorang atas dasar cara mendapatkannya, juga ada status yang berdasarkan atas sifatnya, seperti : status aktif, status pasif/status laten.

·     Status aktif adalah status seseorang bila sedang menjalankan pekerjaan sesuai dengan statusnya, misalnya guru mengajar disekolah, dokter sedang praktik di rumah sakit, mahasiswa sedang mengikuti kuliah.

·     Status pasif adalah status lain seseorang diluar pekerjaan yang sedang dilakukan, status ini sering disebut juga status laten.

Dalam kehidupan di masyarakat seseorang sering memiliki banyak status baik status yang terkait dengan pekerjaan pokok, status yang terkait dengan ketokohannya, status di dalam organisasi kemasyarakata. Contoh: seorang guru menjabat ketua Rt dan menjadi ketua organisasi kesenian, pada waktu mengajar status aktifnya guru, sedangkan ketua Rt dan ketua organisasi kesenian sebagai status pasif (laten). Pada waktu memimpin rapat Rt status aktifnya adalah ketua Rt, status pasifnya guru dan ketua organisasi kesenian. Status seseorang dapat dikenali melalui: symbol yang dipakainya, rumah yang ditempati, mobil, pakaian yang dipakai dan sebagainya.

Status sosial sangat terkait dengan peran sosial, peran sosial adalah kegiatan seseorang dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan statusnya di dalam masyarakat. Ciri keduanya status sosial bersifat aktif sedangkan peran sosial bersifat dinamis, peran sosial merupakan aspek dinamis dari status sosial. Semakin tinggi status seseorang maka akan semakin tinggi peran sosial yang dijalankan di dalam masyarakat. Selaku individu mahasiswa mempunyai status sebagai siswa, maka hak mengikuti aturan dan cara belajar yang diberikan oleh dosen, kewajibannya adalah belajar, membaca literature, mengerjakan tugas, berdiskusi, mengikuti perkuliahan dan mengikuti ujian, dan berhak mendapatkan penilaiaan dari dosen. Kegiatan selaku mahasiswa tersebut (memenuhi hak dan kewajibannya) disebut dengan menjalankan peran sosialnya. Besar kecilnya peran sosial yang dijalankan akan mempengaruhi hasil dalam meningkatkan status sosialnya.

B. Bentuk-Bentuk Mobiliatas Sosial

Mobilitas sosial pada prinsifnya adalah arah dari gerak atau perpindahan seseorang, yang artinya ada suatu titik awal dan titik tujuan. Titik awal adalah status semula yang dimiliki seseorang, titik awal ini menentukan arah mobilitas/perpindahan ke status seseorang ke status yang lain. Bila status awalnya lebih rendah dan status barunya lebih tinggi maka mobilitas sosialnya menaik, demikian pula sebaliknya. Tetapi juga ada perpindahan yang tidak naik ataupun turun yaitu perpindahan secara horizontal, biasanya status sama hanya mobilitas ke posisi atau ke kelompok sama yang lain. Mobilitas sosial dapat dikategorikan menjadi beberapa bentuk, yaitu:

1.Mobilitas horizontal (Horizontal Mobility)

Mobilitas horizontal adalah perpindahan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Dengan demikian seseorang hanya mengalami perpindahan semata, akan tetapi tidak menambah tingkatan atau mengurangi tingkatan status yang lama. Perubahan ini tidak membuat seseorang berubah kelas sosialnya, karena perpindahan pada posisi yang sederajat. Mobilitas horizontal Biasanya dilakukan seseorang karena alasan perpindahan tempat tinggal, perubahan lingkungan fisik, lingkungan pekerjaan (mutasi). Sering disebut perpindahan lateral (dari desa ke kota), dari kota besar ke kota kecil, dari negara satu ke negara lain, dari sekolah satu ke sekolaah lain. Migrasi, tranmigrasi, imigrasi, emigrasi merupakan bentuk perpindahan geografis atau mobilitas lateral. Mobilitas horizontal sering diikuti perubahan perkerjaan, misalnya dari petani menjadi pedagang, dari buruh tani menjadi petani pemilik. Perubahan jenis pekerjaan banyak dialami masyarakat yang melakukan perpindahan horizontal ini, baik kalangan buruh, kelas ekonomi kelas bawah, menengah, namun pergantian pekerjaan tersebut tidak mengubah status mereka, hanya mungkin kekayaan (kondisi sosial kesejahteraannya) semakin membaik tetapi status sosialnya tidak meng alami perubahan.

1.   Mobilitas vertikal

Mobilitas vertikal merupakan perpindahan individu atau kelompok masyarakat dari suatu kedudukan sosial satu ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Artinya terjadi perubahan derajat seseorang dari yang rendah menjadi yang tinggi atau sebaliknya. Ciri khas dalam mobilitas sosial vertikal adalah terjadinya perubahan derajat pada individu dalam mobilitas sosial tersebut. Mobilitas vertikal terbagi menjadi dua yaitu:

a.    Mobilitas vertikal naik (Sosial climbing); Sosial climbing adalah perpindahan status seseorang dari kelas sosial yang rendah ke kelas sosial yang lebih tinggi. Disebut mobilitas vertikal naik karena mobilitas sosial yang di dalamnya terjadi kenaikan derajat. Sosial climbing memiliki dua bentuk utama yaitu: 1). Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi. 2). Pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut. Contohnya, seorang guru yang berprestasi diangkat menjadi kepala sekolah.

b.   Mobilitas vertical turun ( Social sinking); Social sinking adalah perpindahan status dan peran seseorang dari kelas sosial lebih tinggi menuju kelas sosial lebih rendah. Disebut mobilitas vertikal turun karena mobilitas sosial yang berlangsung adalah terjadinya penurunan derajat. Sosial sinking memiliki dua bentuk utama, yaitu:

  • Turunnya kedudukan individu-individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya.
  •  Turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan. Contohnya, seorang ketua partai politik diturunkan atau dikeluarkan karena terdakwa korupsi (sebagai koruptor).

Pada mobilitas sosial vertikal memiliki lima prinsip antara lain yaitu :

  1. Hampir tidak ada masyarakat yang sifatnya mutlak tertutup, sekalipun pada masyarakat sistem kasta.
  2. Gerak sosial vertikal tidak mungkin dapat dilakukan sebebas-bebasnya meski stratifikasinya terbuka karena ada hambatan-hambatan.
  3.  Gerak sosial vertikal memiliki cirri-ciri khas dalam setiap masyarakat.
  4. Laju gerak sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor yang berbeda-beda, seperti: ekonomi, politik, pekerjaan, pendidikaan.
  5.  Tidak ada kecendrungan yang kontinu mengenai bertambah atau berkurangnya laju gerak sosial, dan ini berlaku bagi semua masyarakat.

3. Mobilitas Sosial Intragenerasi

Mobilitas sosial intragenerasi adalah mobilitas yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam satu generasi. Mobilitas intragenerasi merupakan mobilitas sosial yang dialami seseorang selama masa hidupnya (dalam satu generasi) atau berdasarkan riwayat hidupnya. Mobilitas ini hanya terjadi pada generasi yang sama, yaitu adik, kakak. Dalam suatu keluarga sering memiliki banyak anak, dalam keluarga ini secara normal kakak memiliki status yang lebih tinggi dari pada adiknya. Sepanjang riwayat hidupnya, bisa juga terjadi kebalikannya bila adik mempunyai status sosial yang lebih tinggii, misalnya, kakak beradik semula sama sama buruh tani, adik mempunyai semangat dan bekerja keras. Hasil kerja kerasnya sang adik meningkat ekonominya dan menjadi pedagang hasil bumi yang sukses, sementara sang kakak tetap menjadi buruh tani. Dalam pandangan masyarakat sang adik mempunyai status ekonomi yang lebih dari pada kakaknya. Mobilitas dalam keluarga tersebut mengalami perubahan, perubahan pada status kakak dan adik inilah yang dinamakan sebagai mobilitas intragenerasi. Mobilitas intragenerasi juga bisa naik dan turun. Contoh mobilitas intragenerasi naik: Adik yang sukses menjadi kepala desa sedang kakaknya menjadi warga masyarakat biasa. Namun bisa juga kakak yang semula rakyat biasa, belajar dengan giat sehingga menjadi sarjana. Dengan kepandaiannya sang kakak memperoleh pekerjaan menjadi direktur perusahaan, sementara sang adik tetap menjadi pamong desa.

Ada pula pandangan lain, ahli yang mengatakan bahwa mobilitas intragenerasi adalah gerak perpindahan dalam kelompok yang sama, seperti seseorang yang semula bekerja di suatu perusaha menjadi staf biasa, kemudian dipindahkan ke perusahaan lain menjadi direktur. Orang tersebut mengalami perpindahan status. Pada masa reformasi banyak pegawai yang dilakukan pemutusan hubungan kerja, sehingga mereka mencari peekerjaan di tempat lain atau berstatus menjadi penganggur. Demikian pula sebaliknya dengan reformasi banyak pegawai yang semula staf biasa bisa naik status menjadi kepala bagian atau pindah posisi lain meninggalkan posisi sebelumnya.

4. Mobilitas antargenerasi

Mobilitas antargenerasi adalah mobilitas antar dua generasi atau lebih. Merupakan perbedaan status seseorang dibandingkan dengan status orang tuanya, atau gegerasi lainnya (sebelum dan sesudahnya). Gerak perpindahan ini terjadi antar generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, generasi buyut dan seterusnya. Mobilitas antargenerasi ditandai dengan perubahan dan perkembangan taraf hidup dalam suatu generasi, baik perkembangan naik atau turun. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan status sosial ekonomi dari satu generasi ke generasi lainnya.

Kalau mobilitas intragenerasi hanya meliputi satu generasi yang sama, maka berbeda halnya dengan mobilitas antargenerasi. Mobilitas antargenerasi adalah perbedaan status seseorang dibandingkan dengan status generasi lainnya. Mobilitas sosial ini yang terjadi antara dua generasi atau lebih. Mobilitas seperti ini terjadi karena adanya perubahan status sosial antara ayah dengan anak, anak dengan cucu, dan seterusnya. Mobilitas antargenerasi mengacu kepada perbedaan status yang dicapai seseorang yang telah memiliki keluarga sendiri dibandingkan dengan status sosial yang dimiliki orang tua atau geenerasi lainnya. Mobilitas ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup. Dalam mobilitas antargenerasi juga bisa terjadi gerak naik maupun turun. Contoh mobilitas sosial antargenerasi naik, anak seorang petani yang rajin dan bersekolah cukup tinggi bisa menjadi pegawai negeri, menjadi kepala kantor / direktur perusahaan dsb. Dalam mobilitas sosial ini terjadi perbedaan status sosial antara generasi orang tua dan generasi keturunannya. Namun hal ini bisa saja terjadi sebaliknya, justru anak keturunannya tidak mampu memperoleh status sosial yang lebih baik dari orang tuanya.

5. Mobilitas geografis

Mobilitas geografi adalah perpindahan seseorang atas dasar posisi geografisnya. Mobilitas geografis menekankan pada perpindahan individu atau kelompok masyarakat dari satu daerah ke daerah yang lain. Proses terjadinya mobilitas geografi karena transmigrasi, urbanisasi, migrasi, imigasi dan emigrasi. Mobilitas ini lebih menekankan pada tempat yang membuat individu atau kelompok mengalami perubahan status tempat tinggalnya. Misalnya, seorang petani yang semula tinggal di pedesaan, mencari pekerjaan ditempat lain, ke kota menjadi sopir atau pembantu rumah tangga dan menetap dirumah majikannya. Sekelompok warga pindah ke desa lain karena tempat tinggal semula rumahnya hancur karena tertimpa tanah longsor.

C. Saluran-saluran mobilitas sosial (sosial circulation)

Saluran mobilitas sosial adalah sarana yang menjadi jalan bagi seseorang atau kelompok orang untuk mencapai status baru yang lebih tinggi. Seseorang untuk meningkatkan status sosialnya harus mencapai persyaratan tertentu, tetapi kenyataannya tidak secara otomatis status yang diharapkan bisa melekat pada diri seseorang tersebut, meskipun orang tersebut telah menenuhi persyaratan yang diperlukan. Seseorang masih memerlukan saluran untuk menduduki status tersebut. Banyak saluran yang dapat mengantarkan seseorang atau sekelompok orang dalam mencapai status sosial yang diharapkan, bahkan lembaga sosial, organisasi sosial di masyarakat mampu mengantarkan seseorang untuk meningkatkan status sosialnya. Menurut Pitirim A. Sorokin, ada lima saluran mobilitas sosial yang dapat mengantarkan seseorang untuk meningkatkan status sosialnya, yaitu : angkatan bersenjaata, lembagaa pendidikan, lembaga keagamaan, organisasi politik dan organisasi ekonomi. Berikut ini garis besar saluran mobilitas sosial vertical yang diambil dari penuturan Pitirim.

1.   Angkatan Bersenjata

Angkatan bersenjata merupakan salah satu saluran mobilitas sosial, yang dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan status sosial. Angkatan bersenjata merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas vertikal ke atas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Misalnya, seorang prajurit yang berjasa pada negara karena menyelamatkan negara dari pemberontakan, ia akan mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Dia mungkin dapat diberikan pangkat/kedudukan yang lebih tinggi, walaupun berasal dari golongan masyarakat rendah.

2.   Lembaga-lembaga keagamaan.

Lembaga-lembaga keagamaan dapat mengangkat status sosial seseorang, misalnya yang berjasa dalam perkembangan Agama seperti ustad, pendeta, biksu dan lain lain.

3.   Lembaga pendidikan.

Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang nyata dari mobilitas vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai sosial elevator (perangkat) yang bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Contoh: Seorang anak dari keluarga miskin bisa mengenyam pendidikan sampai jenjang yang tinggi, sampai memperoleh kesarjanaan bidang ekonomi. Setelah lulus ia memiliki pengetahuan dagang dan menggunakan pengetahuannya itu untuk berusaha, sehingga ia berhasil menjadi pedagang yang kaya, yang secara otomatis telah meningkatkan status sosialnya.

4.   Organisasi politik.

Seperti angkatan bersenjata, organisasi politik memungkinkan seseorang yang menjadi anggota partai politik yang loyal dan berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan yang lebih tinggi, sehingga status sosialnya meningkat.

5.   Organisasi ekonomi.

Organisasi ekonomi (seperti perusahaan, koperasi, BUMN dan lain-lain) dapat meningkatkan status seseorang. Semakin besar prestasinya, maka semakin tinggi jabatannya. Karena jabatannya tinggi, pendapatannya bertambah, karena pendapatannya bertambah kekayaannya bertambah. Dan kekayaannya bertambah menghasilkan status sosialnya di masyarakat meningkat.

6.   Organisasi keahlian.

Seperti seseorang yang rajin menulis dan banyak menyumbangkan pengetahuan /keahliannya kepada kelompok lain pasti statusnya akan dianggap lebih tinggi daripada orang lain yang kehidupannya biasa saja.

7.   Perkawinan.

Sebuah perkawinan dapat menaikkan status seseorang seseorang. Seorang yang menikah dengan orang yang memiliki status sosial lebih tinggi dan terpandang akan dihormati karena pengaruh pasangannya. Sehingga perkawinan itu akan meningkatkan statusnya.

D. Faktor penyebab dan Konsekuensi Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial terjadi karena adanya perubahan status sosial seseorang di dalam masyarakat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan proses terjadinya dan arah pergeseran perubahan status sosial tersebut. Perubahan status social menyebabkan terjadinya pergeseran, dan menimbulkan serangkaian akibat dari pergeseran tersebut. Akibat-akibat itu merupakan konsekuensi dari proses mobilitas sosial. Berikut ini beberapa penyebab dan konsekuensi mobilitas tersebut.

1. Faktor penyebab mobilitas sosial

Banyak faktor yang dapat menentukan terjadinya mobilitas sosial yang dialami oleh seseorang. Faktor-faktor itu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a. Faktor struktur sosial,

b. Faktor kemampuan individu,

c. Faktor kemujuran.

Ketiga faktor tersebut dapat membuat seseorang mengalami perubahan sosial, misalnya melalui a. kekayaan karena setiap orang mempunyai kesempatan untuk memperoleh materi (kekayaan) lebih banyak, b. Setiap orang dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik, c. Setiap pegawai mempunyai kesempatan kenaikan pangkat (jabatan), atau sebaliknya, dan setiap orang memungkinkan mendapatkan keberuntungan yang tidak diduga sebelumnya. Berikut ini dijelaskan ketiga faktor tersebut.

a. Faktor struktur sosial

Faktor struktur sosial meliputi ketersediaan lapangan kerja (kesempatan), sistem ekonomi dalam suatu masyarakat (negara), dan tingkat kelahiran dan kematian penduduk. Hampir setiap kelompok masyarakat atau bangsa memiliki struktur sosial tidak sama. Daerah yang sebagian besar masyarakat sebagai petani, masyarakatnya sebagai petani tradisional, bekerja kasar mengolah sawah, hanya sedikit tersedia lapangan kerja yang bergengsi seperti pengusaha penggilingan, pedagang hasil bumi dan penyalur sarana pertanian. Termasuk masyarakat nelayan tradisional, pekerjaannya sebagai pencari dan pengolah ikan, sebaliknya hanya sedikit lapangan kerja tersedia untuk menjadi pengusaha di bidang perikanan, distributor, atau pemilik kapal besar. Hal ini berbeda dengan masyarakat industri, berbagai lapangan pekerjaan tersedia, seperti satpam, maintenen, tenaga produksi, pengawas/mandor, pemasaran produk, salesman, periklanan, manajer hingga pemimpin dan pemilik perusahaan. Banyaknya perusahaan berdiri maka semakin banyak tersedia lapangan pekerjaan, maka semakin banyak pula peluang terjadinya mobilitas sosial. Orang juga memiliki peluang lebih besar berganti pekerjaan dibandingkan dengan masyarakat pertani atau nelayan tradisional. Hal ini disadari oleh bangsa kita, bahwa bekerja di sektor pertanian atau nelayaan sangat sulit untuk meningkatkan status sosialnya maka yang terjadi adalah besarnya perpindahan penduduk dari desa ke kota-kota besar (urbanisasi).

Pemuda-pemudadesa yang berpotensi mengolah lahan pertaniannya berbondong- bondong pergi ke kota mencari pekerjaan yang lebih menjajikan. Apalagi dengan besarnya pertumbuhan industry di kota yang menjanjikan adanya peluang dan kesempatan kerja bagi mereka untuk meningkatkan status sosialnya. Hal ini karena pekerjaan sebagai petani dianggap tidak menarik, tidak bergengsi, pekerjaan kasar dan kurang menjajikan, sedikit memberikan hasil tetapi memerlukan tenaga yang cukup besar. Sementara itu di kota banyak tersedia pekerjaan, mulai dari pekerja pabrik hingga menjadi tenaga eksekutif. Bahkan, sangat memungkinkan bila seseorang mau bekerja keras dan beruntung mampu mendirikan pabrik sendiri, menjadi pemilik perusahaan. Di desa kemungkinan seperti itu sangat kecil dan kalu bisa sulit untuk memulai dan mengelolanya. Ada beberapa Negara / daerah yang memberlakukan sistem ekonomi Sering berpengaruh terhadap pertumbuhan industri. Seperti, pembatasan pertumbuhan industri karena adanya regulasi pemerintah, berdampak terhadap perkembangan industri sehingga membatasi pertambahan lapangan kerja, akibatnya semakin sulit pula orang mencari pekerjaan. Sebaliknya, apabila pemerintah membuka seluas-luasnya kesempatan mendirikan industri, maka semakin banyak pula kesempatan dan peluang kerja kerja. Negara-negaraberkembang seperti Indonesia, memberi peluang dan kebebasan berusaha, tetapi tetap melindungi warga masyarakatnya (pribumi) dari datangnya tenaga dan pengusaha asing yang lebih berpengalaman dari negara lain. Jika para penanam modal asing dibebaskan seluas-luasnya, maka para tenaga kerja dan pengusaha pribumi akan tersingkir bahkan gulung tikar, karena pekerjaan-pekerjaan kelas atas hanya akan dinikmati orang-orang asing yang lebihterampil. Bila kondisi tersebut tidak diantisipasi oleh pemerintah maka perubahan status sosialnya tidak akan berlangsung, akibatnya mobilitas sosial tidak akan berlangsung.

b. Faktor kemampuan individu.

Kemampuan individu merupakan faktor yang perannya dalam mobilitas sosial. Faktor individu meliputi faktor pendidikan, etos kerja, cara bersikap terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Seluas apa pun kesempatan mobilitas terbuka bagi semua orang, jika orang tersebut tidak memiliki kemampuan untuk mencapainya, maka tidak mungkin terjadi mobilitas naik. Sebaliknya, ketidakmampuan seseorang dalam mempertahankan kedudukan Sosialnya justru dapat menyebabkan terjadinya mobilitas menurun. Kemampuan individu dapat dilihat dari :

1) Faktor Pendidikan.

Kemampuan individu dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya, pengetahuan, pengalaman. Semakin terdidik seseorang biasanya semakin cakap, namun kemampuan individu dalam bidang pendidikan tidak dapat disamakan dengan prestasi akademik di sekolah. Angka yang tertinggi di bangku sekolah tidak menjamin keberhasilan seseorang dalam hidup. Sebab, angka (nilai) tertinggi hanya menunjukkan salah satu aspek kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual. Padahal untuk berhasil dalam hidup, seseorang tidak hanya dapat mengandalkan kecerdasan intelektual semata. Aspek-aspek kecerdasan lainnya perlu dikembangkan melalui pendidikan, antara lain kecerdasan matematis, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, kecerdasan spiritual, kecerdasan kinestika, kecerdasan motorik dan lain-lain. Semua aspek kecerdasan tersebut dapat memengaruhi keberhasilan seseorang dalam hidup sehingga perlu dikembangkan di sekolah. Seseorang yang mempunyai kecerdasan musical kemampuan seni (melukis, menyanyi), ternyata sukses dalam hidupnya meskipun orang-orang seperti itu mungkin saja tidak cerdas secara intelektual, tetapi kemampuan dalam berolah seni (estetika) telah membuatnya mencapai kedudukan sosial ekonomi bagus.

Olahragawan yang berprestasi dalam bidang olah tubuh (kecerdasan kinestika), mempunyai kesempatan besar untuk merubah kehidupannya. Demikian juga kecerdasan sosial, yang aktualisasinya berupakemampuan bergaul dengan orang lain. Orang yang mampu bergaul (dalam artipositif) mengetahui cara menghadapi orang lain, cerdas dalam membaca situasi dan kondisi, sehingga sehingga caranya berperilaku membuatnya memperoleh dukungan dari orang lain dalam meraih keberhasilan. Semua aspek kecerdasan dikembangkan dalam proses pendidikan, sehingga seseorang dapat memiliki kemampuan sesuai bakat masing-masing. Tingkat pendidikan seseorang dapat mendukung naiknya status sosial seseorang, karena :

  •      Tingginya pendidikan membuat seseorang dihormati di dalam masyarakat,
  •   Pendidikan mengantarkannya besar memperoleh semakin pekerjaan yang bagus, seseorang berpenghasilan sehingga memudahkan memperoleh status sosial yang lebih tinggi. Prestasi di sekolah mencerminkan kemampuan intelektualnya, petunjuk pribadi seseorang dalam menghadapi pekerjaan dan rasa tanggung jawab.

2) Faktor Etos Kerja.

Etos kerja dapat diartikan sebagai kebiasaan yang telah menjadi ciri khas seseorang atau suatu masyarakat dalam bekerja. Kebiasaan itu berkaitan dengan perilaku, kebudayaan dan  mengembangkan etos kerja pribadinya. nilai-nilai sosial individu dalam Kebiasaan yang sering dilakukan mulai masa kanak-kanak merupakan awal terbentuknya etos kerja seseorang, dan akan menentukan berhasil atau tidaknya seseorang di masa dewasa nanti. Ketekunan, kerajinan, keuletan, kedisiplinan, keteguhan, pantang menyerah, dan suka bekerja keras merupakan faktor yang menentukan etos kerja seseorang. Apabila kebiasaan itu telah menjadi etos kerja yang mendarah daging dalam diri seseorang, maka besar kemungkinan seseorang tersebut akan mengalami mobilitas sosial naik dalam karir maupun pendapatan dimasa dewasa.

Apabila seseorang ingin mencapai keberhasilan di masa depan, harus mulai maju berjuang dan memilki etos kerja yang baik dari sekarang. Masa sekolah dari SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi pada dasarnya adalah perjuangan panjang. Seseorang rela menghabiskan waktu lama untuk menekuni ilmu di bangku sekolah, padahal di luar sekolah banyak kesenangan yang ditawarkan. Seseorang meninggalkan kesenangan sesaat yang ditawarkan itu demi mencapai cita-cita. Namun masa perjuangan di sekolah yang panjang tersebut tidak akan banyak berarti bila seseorang tidak mempunyai etos belajar yang baik. Bangsa Jepang, Korea merupakan bangsa yang gila kerja mempunyai etos kerja yang tinggi, sekarang ini kondisinya sangat berlawanan dengan etos kerja Bangsa Indonesia. Presiden kita, membentuk kabinet kerja, manganjurkan agar kita bekerja, bekerja, bekerja dan bekerja nyata pertumbuhan ekonomi bangsa.

c. Faktor kemujuran (keberuntungan).

Faktor keberuntungan adalah faktor yang menimbulkan mobilitas sosial tanpa diduga/direncanakan terlebih dahulu. Faktor ini sebenarnya mempunyai peranan yang sangat kecil dalam keberhasilan seseorang, bahkan hanya dialami oleh sebagian kecil anggota masyarakat (keberuntungan hanyalah 1%, sedangkan 99% adalah keja keras). Seseorang tidak melakukan kerja keras tiba-tiba mendapat hadiah berupa uang ratusan juta karena memenangkan undian, ada banyak orang yang bekerja keras bertahun tahun tetapi tidak mampu mengumpulkan uang sebesar undian yang dimenangkan seseorang tersebut. Yang mendapatkan undian mengalami kenaikan kekayaan, sedangkan yang tidak mendapatkan tetap seperti biasanya, berarti dari segi kekayaan orang yang memperoleh undian mangalami mobilitas naik. Sebagian besar orang mengakui bahwa keberhasilannya diperoleh dari hasil usaha kerasnya, keberhasilan tidak datang dengan tiba-tiba tapi diupayakan. Walaupun faktor keberuntungan turut menjadi penentu, namun kita hendaknya jangan bersikap menyerah kepada takdir. Sebab, Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang bila orang tersebut tidak melakukan usaha perubahan nasibnya sendiri. Agama mengajarkan kepada kita untuk bekerja dan berusaha, disertai dengan doa.

E. Faktor Pendorong dan Penghambat Mobilitas sosial.

Mobilitas sosial tidak akan berlangsung dengan sendirinya, pasti ada beberapa faktor yang menjadi penggeraknya.

1. Faktor yang mendorong terjadinya mobilitas sosial, diantaranya :

a.  Faktor kondisi sosial.

Masyarakat yang mengikuti sistem terbuka, mempunyai pandangan lebih terbuka, lebih maju akan mengalami mobilitas lebih cepat. Selain itu kemajuan teknologi juga akan mendorong mobilitas sosial lebih cepat, karena kemajuan teknologi akan mengantarkan seseorang mencapai statifikasi sosial yang lebih tinggi dan lebih mapan.

b.  Faktor Lapangan kerja.

Lapangan kerja menyediakan seseorang untuk memperoleh pekerjaan, dan menentukan spesifikasi jenis pekerjaan. Ketersediaan lapangan pekerjaan yang berdampak langsung terhadap kesempatan mobilitas sosial juga dipengaruhi oleh angka pertumbuhan penduduk. Bila saat ini terjadi angka kelahiran tinggi, maka dapat diramalkan dua puluh tahun lagi akan terjadi ledakan jumlah pencari kerja, karena anakyang lahir sekarang ini, due puluh tahun lagi akan memasuki lapangan kerja. Seandainya tingkat pertumbuhan lapangan kerja tetap, sedangkan jumlah penduduk bertambah, tentu akan terjadi kelebihan tenaga kerja. Semakin banyak pencari kerja berarti semakin kecil peluang terjadinya mobilitas sosial naik. Spesifik kerja juga menuntut keahlian khusus, semakin spesifik pekerjaan yang tersedia semakin sedikit pula kemungkinan seseorang memperoleh atau berpindah ke pekerjaan yang satu ke yang lainnya. Hal ini juga akan mempersulit terjadinya mobilitas sosial.

c.  Perluasan daerah otonomi

Adanya wilayah baru yang dikembangkan, semula kecamatan diperluas menjadi kabupaten baru akan menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk. Perpindahan penduduk ini dimaksudkan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari pada tetap berada di daerah asalnya, karena perluasan daerah baru membutuhkan pekerja yang lebih banyak. Posisi-posisi jabatan yang semula tidak ada, dengan adanya birokrasi baru maka di adakan, pegawai yang terbatas ditambah, sarana prasarana yang semula belum ada dibangun. Itu semua akam membuka lapangan pekerjaan baru yang Merupakan lahan yang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan status sosialnya. Kondisi seperti itu akam mendorong cepatnya mobilitas sosial.

d.   Tingkat fertilitas.

Tingkat fertilitas mempengaruhi mobilitas sosial, terkait dengan semakin banyak jumlah kelahiran bayi akan semakin membutuhkan lapangan pekerjaan baru, padahal lapangan pekerjaan sangat sulit dikembangkan. Tingkat kelahiran yang tinggi biasanya terjadi pada golongan masyarakat kelompok menengah ke bawa, akibatnya akan mempersulit tingkat ekonominya. Sementara kelompok kelas sosial yang tinggi, pendidikannya tinggi sebagian besar mereka mempunyai kesadaran reproduksi dan mempertimbangkan resiko melahirkan, sehingga mereka menentukan jumlah anak yang dilahirkan. Oleh karena itu kelompok kelas tinggi ini mampu mempertahankan status sosialnya tetap berada pada kondisi yang lebih mapan, bahkan anak-anaknya bisa lebih sukses sehingga dapat meningkatkan status sosialnya sendiri. Kedua kondisi tersebut yang menimbulkan mobilitas sosial yang tetap atau bahkan menaik.

e.  Situasi politik dan pemerintahan

Kondisi pemerintahan yang stabil memungkinkan seseorang dapat meningkatkan pendidikannya, memperoleh pekerjaan dan meningkatkan tarap hidupnya. Kenaikan taraf hidup akan mendorong terjadinya mobilitas sosial. Hal ini terbukti di negara kita, semakin mapannya pemerintahan dan sistem politik semakin banyak orang yang mencapai kesuksesan, terbukti banyaknya kendaraan di jalanan sehingga hampir semua kota besar mengalami permasalahan transportasi karena jalanan macet. Disetiap musim libur, hampir semua daerah tujuan wisata didatangi wisatawan, sehingga obyek wisata ramai bahkan hampir setiap daerah membuka obyek wisata baru penuh didatangi pengunjung. Hampir setiap rumah makan diserbu oleh penggemar kuliner, sehingga di kota samapai di desa tumbuh distinasi wisata kuliner baru. Itu semua merupakan tanda kestabilan pemerintahan yang dapat mempengaruhi mobilitas sosial.

2. Faktor Penghambat mobilitas sosial

Ada beberapa faktor yang dapat menghambat mobilitas sosial, yaitu :

a. Ras dan kasta

Perbedaan ras dapat menimbulkan perbedaan status sosial, karena dengan sistem rasial dapat menciptakan kelas kelas sosial. Kelas sosial rendah berbeda dengan kelas sosial menengah apalagi ras tinggi, demikian pula sebaliknya. Setiap kelas dalam ras menentukan pola kehidupannya, kelas rendah biasanya berada pada taran sosial ekonomi yang rendah, mereka mengalami kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraannya karena dibatasi dengan berbagai aturan dan norma. Contohnya, ras kulit putih dan kult hitam di Afrika; Sistem kasta di Bali dan di India.

b. Diskriminasi kelas sosial.

Suatu keanggotaan di dalam organisasi kemasyarakatan sering dibatasi dengan berbagai aturan yang mempersyaratkan anggotanya memiliki kemampuan dan pengakuan tertentu untuk menduduki suatu posisi yang lebih tinggi. Adanya diskriminasi kelas dalam sistem kelas terbuka dapat menghalangi seseorang untuk melakukan mobilitas ke kelas yang lebih tinggi. Sistem terbuka sering ada pembatasan keanggotaan dan bila akan menduduki posisi tertentu harus memenuhi berbagai syarat tertentu pula, syarat ini belum tentu setiap anggotanya mempunyai. Misal, posisi pimpinan dan keanggotaan dalam partai politik, jumlah anggota terbatas, jumlah anggota dalam lembaga tertentu dibatasi (DPR hanya 500 orang). Masyarakat yang hidup di kelas sosial redah, mereka akan mempunyai pola pikir, nilai sosial dan kebiasaan hidup sederhana. Lingkungan tersebut mempengaruhi masyarakatnya untuk tetap hidup dalam kondisi apa adanya yang dihadapi dan ditemui kesehariannya, mereka merasa sulit dan enggan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Kondisi tersebut akan emperlambat mobilitas sosial.

c. Kemiskinan

Kemiskinan akan sangat mempengaruhi seseorang atau masyarakatnya untuk berkembang seseorang untuk ke arah yang lebih maju. Kemiskinan membatasi meningkatkan pendidikannya, pekerjaannya dan kesejahteraannya sehingga mereka tetap terbelenggu pada kondisi yang memprihatinkan. Dengan kata lain mereka mengalami kesulitan untuk mengubah status sosialnya ke posisi yang lebih baik. Hal itu akan menghambat mobilitas sosialnya.

F. Konsekuensi mobilitas sosial.

Mobilitas sosial, pada dasarnya mobilitas sosial memiliki hubungan erat struktur sosial. Mobilitas sosial merupakan proses perpindahan seseorang atau sekelompok orang dari kelas atau kelompok sosial yang satu menuju kelas atau kelompok sosial lainnya. Apabila seseorang berpindah dari satu status sosial menuju status sosial lain, orang tersebut akan beberapa kemungkinan.Kemungkinan-kemungkinan  itu menghadapi antara lain penyesuaian diri, terlibat konflik dengan kelas atau kelompok sosial yang baru dimasukinya, dan beberapa hal lain yang menyenangkan atau justru mengecewakan.

1. Penyesuaian diri terhadap lingkungan baru

Kelompok sosial atau kelas sosial merupakan sebuah subkultur, yaitu suatu kesatuan masyarakat (unit sosial) pada kelas atau kelompok sosial tertentu yang mengalami perkembangan kebudayaan sesuai dengaan kelompok tersebut. Di dalam setiap kelas dan kelompok sosial berkembang nilai dan norma tertentu yang hanya berlaku bagi para anggotanya. Gaya dan pola hidup setiap kelas dan kelompok sosial selalu berbeda. Gaya hidup kelas atas berbeda dengan gaya hidup pedagang; Gaya hidup orang desa berbeda dengan gaya hidup orang kota; Gaya hidup orang Jawa berbeda dengan gaya hidup orang Batak. Perbedaan kultur antar kelompok sosial yang tercermin dalam gaya hidup seperti ini, sering menjadi tantangan bagi anggota yang baru masuk melalui proses mobilitas sosial.

Kelompok sosial pada masyarakat desa, biasanya sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan, gotong-royong, dan paguyuban. Berbeda dengan kultur masyarakat kota yang bersifat individualistis, mementingkan diri sendiri, dan impersonal. Misalnya, seseorang yang telah bertahun-tahun hidup di kota besar, setelah berhenti dari pekerjaannya (pensiun) dia memutuskan untuk menghabiskan masa tuanya di desa kelahirannya. Apabila dia ingin diterima sebagai warga desa yang baik, maka dia harus menyesuaikan diri dengan situasi, kondisi, tradisi, dan budaya di desa tersebut. Pola kehidupan di kota yang individualis dan mementingkan diri sendiri harus sedikit demi sedikit ditinggalkan dan mulai menyesuaikan diri dengan pola di desa. Penyesuaian diri seperti ini berlaku bagi siapa saja yang memasuki kelas atau kelompok sosial baru sebagai akibat mobilitas sosial. Di lingkungan tempat tinggal yang baru, seseorang harus menyesuaikan diri dengan kultur masyarakat setempat. Penyesuaian diri seperti ini dapat terjadi dengan baik jika lingkungan baru yang dimasuki mau menerima kehadiran pendatang baru. Sering terjadi tidak semua kelas atau kelompok sosial mau menerima pendatang baru, sehingga sering seseorang menghadapi konsekuensi kedua, yaitu tidak diterima pada kelompok baru tersebut.

2. Konflik dengan lingkungan baru

Konflik terjadi bila masyarakat yang dimasuki tidak menerima kehadiran orang baru, terutama bila pendatang baru tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Selain itu ada juga orang yang berperilaku menyimpang. Orang-orang berperilaku menyimpang biasanya menghadapi konflik dengan lingkungan di manapun dia berada. Orang yang suka mabuk, mengonsumsi narkoba, para penjaja seks, atau suka mengganggu orang lain, mengganggu ketertiban umum biasanya selalu ditolak di kelas atau kelompok sosial mana pun. Kehadirannya dianggapsebagai pengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat. Sehingga sering masyarakat mengusir dan tidak menghendaki kehadirannya yang dinilai mengganggu ketertiban masyarakat tersebut. Mobilitas yang dapat menyebabkan terjadinya konflik, misalnya kasus kembalinya residivis (narapidana) ke lingkungan asalnya. Mobilitas sosial dalam lingkungan pekerjaan dapat mengalami konflik apabila terjadi proses yang dianggap tidak benar atau menyalahi norma sosial dan prosedur yang berlaku. Misalnya kehadiran pejabat baru padasuatu lingkungan kerja, yang tidak melalui proses yang wajar melalui jenjang karir atau prestasi, akan tetapi melalui praktek nepotisme, akan ditolah oleh lingkungannya.

3. Adanya harapan dan kekecewaan

Struktur masyarakat yang terbuka telah memberi kesempatan terjadinya mobilitas secara luas. Keterbukaan ini selain memberikan kesempatan untuk terjadinya mobilitas naik, juga sekaligus memberikan kemudahan pula untuk terjadinya mobilitas menurun. Akibatnya, penurunan status dan kenaikan status sosial memiliki peluang yang sama untuk dialami seseorang. Baik peningkatan maupun penurunan status dapat berdampak positif dan negatif. Mobilitas naik memberikan kesempatan bagi orang yang mengalaminya untuk menikmati hidup secara lebih baik. Seseorang yang memperoleh kedudukan lebih tinggi berarti memperoleh pendapatan tinggi pula untuk naik, sehingga kualitas hidupnya semakin lebih baik, tingkat ekonomi, kesejahteraan dan kebahagiannya lebih baik dari pada orang yang statusnya lebih rendah. Hal ini juga sering menimbulkan adanya kecemburuan sosial pada masyarakat disekitarnya. Masyarakat dengan sistem mobilitas terbuka, persaingan yang terjadi berdasarkan prestasi, siapapun yang unggul akan menduduki posisi puncak dalam struktur masyarakat. Akibatnya masyarakat akan diatur dan dikendalikan oleh orang-orang yang benar-benar berkualitas. Tetapi mobilitas terbuka juga dapat menimbulkan persaingan yang mengarah kepada konflik karena setiap orang mempunyai kesempatan dan harapan terlalu tinggi. Tidak selamanya harapan-harapan yang lebih baik dapat tercapai. Pada kondisi seperti inilah seseorang dapat mengalami kekecewaan sehingga hidupnya tidak bahagia. Orang yang belum siap menerima kedudukan tinggi dapat merasa tidak nyaman dalam posisinya, karena tanggung jawab dan beban juga semakin berat. Kesibukan yang bertambah membuat hubungan orang tua dengan anak menjadi berkurang. Jika anak-anak yang merasa kehilangan kasih saying dari orang tua ini merasa tidak puas, mereka akan mencari pelampiasan. Demikian juga sebaliknya, orang yang kehilangan kekuasaan atau kedudukan sering mengalami postpower syndrome. Sindrom ini merupakan ciri-ciri perilaku tertentu yang ditunjukkan seseorang sebagai akibat kedudukan dan kekuasaan. Selama memilikikekuasaan dan kedudukan, dia dihormati banyak orang karena pengaruhnya, setelah tidak menduduki jabatan berarti kehilangan kekuasaannya, hal ini membuat orang merasa kecewa, putus asa dan merasa kurang berharga dalam lingkungannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar