Selamat Datang di Beta pung Blog : Kekuatan Komunikasi

Selamat Datang di Beta pung Blog : KEKUATAN KOMUNIKASI

Minggu, 02 April 2017

Peran Opinion leader dalam Sistem Komunikasi



Komunikasi yang terbagi menjadi empat level jika diamati akan melibatkan peran Opinion leader. Pada level interpersonal, sekalipun sangat terbatas pasti tetap ada peran Opinion leader. Begitu juga dalam komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Pada komunikasi massa, Opinion leader secara langsung akan diduduki oleh pelaku komunikasi oganisasi, demikian juga komunikasi organisasi memiliki Opinion leader dari level- level dibawahnya. Hal yang mendasar yaitu bahwa Opinion leader memiliki posisi yang cukup kuat untuk mempengaruhi khalayak. Kekuatan itu dapat berasal dari faktor budaya, agama atau pengalaman. Peranan Opinion leader dalam sistem komunikasi akan paparkan berikut.
A.    Model Arus Komunikasi
Menurut Sardjono (1989) dalam proses komunikasi dikenal empat model arus alir pesan, yaitu model jarum injeksi (hypodermic needle model), model alir satu tahap (one step flow model), model alir dua tahap (two steps flow model) dan model alir banyak tahap (multy steps flow model). Kesemua model arus alir tersebut mempunyai ciri khas dan pola peredaran komunikasinya yang berbeda satu sama lain. Di sini kita mempelajari letak pemimpin Opinion leader dan bagaimana mereka mempengaruhi audience dalam arus utama komunikasi.
1.  Model Jarum Injeksi (hypodermic needle model)
Model ini mempunyai arus komunikasi yang berjalan satu arah yang berasumsi bahwa khalayak itu besikap pasif terhadap berbagai macam informasi yang disebarkan media massa. Sebaliknya media aktif untuk mempengaruhi audience. Ditinjau dari segi efeknya, pesan media di model ini sangatlah kuat. Menurut Elihu Katz model ini mempunyai ciri yang menarik, yaitu:
·         Media massa memiliki kekuatan yang luar biasa besarnya, apapun informasi yang datang dari media kepada khalayaknya akan selalu mengenai audience.
·         Mass audience dianggap seperti atom-atom yang terpisah satu sama lain serta tidak saling berhubungan dengan media massa. Jika mass audience mempunyai pendapat yang sama tentang suatu persoalan, maka hal ini bukan karena mereka berhubungan satu sama lain, melainkan mereka memperoleh pesan yang sama dari satu media.
·         Model ini menyimpulkan bahwa manusia itu berada dalam “tempurung kelapa” yang tidak pernah berhubungan dengan orang lain mengenai suatu pesan namun pesan tersebut berasal dari media. Realitas sejarah model ini yaitu:
·         Peranan koran-koran Amerika yang berhasil menciptakan opini publik yang positif ketika pecah perang dengan Spanyol pada tahun 1898, karena koran-koran tersebut mampu membuat penduduk membedakan siapa kawan dan siapa lawan.
·         Berhasilnya mesin propaganda Goebbels pada Perang Dunia ke II. Media digunakan untuk propaganda memenangkan perang. Seperti ungkapan Deutsch Uber Alles yaitu “Jerman diatas segala-galanya” dan “Jerman Bangsa Mulia”, ungkapan ini efektif untuk mempengaruhi benak masyarakat agar mendukung kebijakan Nazi Hitler.
·         Pengaruh Madison Avenue atas perilaku konsumen serta dalam pemungutan suara.

2.  Model Alir Satu Tahap
Kesamaan model ini dengan model sebelumnya yaitu saluran media massa langsung berhubungan dengan audience-nya. Dengan kata lain pesan media mengalir tanpa perantara. Perbedaan antara kedua model tersebut adalah:
·         model ini mengakui bahwa media massa bukanlah all powerful dan tidak semua media mempunyai kekuatan yang sama. Sedangkan model jarum hipodermik menganggap media massa all powerful dan menganggap semua media mempunyai kekuatan sama dalam mempengaruhi audience-nya.
·         pesan-pesan yang diterima sangat tergantung pada sistem seleksi yang ada pada masing-masing audience. Adapun model jarum hipodermikimpact pesan hampir tidak ada karena dianggap mempunyai kesamaan dalam sistem seleksi.
·         model ini mempengaruhi kemungkinan timbulnya reaksi yang berada di kalangan audience terhadap pesan-pesan media yang sama. Artinya pesan yang sama yang diterima oleh audience belum tentu menimbulkan reaksi yang sama. Sedangkan model sebelumnya mengasumsikan bahwa pesan yang sama akan menimbulkan reaksi yang sama.

3.  Model Alir Dua Tahap
Asumsinya adalah pesan-pesan media massa tidak seluruhnya langsung mengenai audience karena adanya pihak-pihak tertentu yang membawa pesan dari media untuk diteruskan ke masyarakat. Pihak-pihak tersebut dikenal dengan nama Opinion leader. Model ini disebut alir dua tahap karena memang ada dua tahap dalam penyebaran informasi kepada masyarakat. Tahap pertama adalah pesan media kepada Opinion leader, kedua adalah pesan Opinion leader kepada audience atau followers.Opinion leader lebih banyak bersentuhan dengan media massa dibandingkan followers karena ia mempunyai kelebihan dalam hal kemampuannya mengakses pesan media.
4.  Model Alir Banyak Tahap
Model ini merupakan gabungan dari model yang sudah disebutkan sebelumnya. Artinya bahwa pesan-pesan media massa menyebar kepadaaudience melalui interaksi yang kompleks. Media mencapai audiencedapat secara langsung maupun tidak langsung melalui relaying(penerusan) secara beranting melui Opinion leader maupun melalui situasi saling berhubungan antara sesama anggota audience. Bisa dikatakan bahwa Opinion leader menemukan bentuknya secara khusus pada model dua tahap dan secara umum pada model ini.
B.     Sejarah Opinion leader
Intelektual Amerika begitu ketakutan ketika model jarum hipodermik telah mencapai sasaran secara jelas dengan implikasi munculnya Perang Dunia I yang dihembuskan oleh Adolf Hitler. Model itu dianggap sebagai cara ampuh membangkitkan “kemarahan” massa. Begitu kuat peran media dalam mempengaruhi massa. Untuk itu, Paul Lazzarfeld mengkaji kembali kapasitas media massa dalam membawakan perubahan-perubahan. Penelitian di Ery Country, Ohio, Amerika Serikat tentang “perilaku pemilih” dalam memilih presiden 1940 menunjukkan hasil yang sangat kontras. Ditemukan fakta bahwa media mempunyai peran sangat kecil dam terbatas dalam mempengaruhi perilaku pemilih. Hasil ini mematahkan model jarum hepidermik yang selama ini diakui keampuhannya.
Riset menunjukan hampir tidak ada pemungutan suara yang secara langsung dipengaruhi oleh media. Ide-ide mengalir dari radio dan barang cetakan lain kepada Opinion leader dan baru diteruskan ke audience. Disini menunjukan betapa besarnya pengaruh Opinion leadermempengaruhi masyarakat pemilih. Dari sini pula berkembang teori tentang peranan Opinion leader dalam masyrakat. Sebelumnya kataOpinion leader disebut dengan istilah influentials, influencers atau tastemakers. Kata Opinion leader kemudian lebih lekat dengan masyarakat pedesaan karena tingkat media exposure-nya yang masih rendah dan tingkat pendidikan yang masih standar.  Akses media lebih dimungkinkan dari mereka yang mempunyai tingkat pemahaman tinggi dan kebutuhan akan media tidak rendah. Secara tidak langsung menjadi perantara berbagai informasi yang diterimanya dan diteruskan kepada masyarakat. Opinion leader sering terkena media exposure di masyarakat desa dan mereka sangat dipercaya untuk menjadi panutan bagi masyarakatnya. Berdasarkan aktif tidakknya Opinion leader pengelompokannya dibagi menjadi dua:
1. Opinion leader aktif (opinion giving)
Karena Opinion leader tersebut sengaja mencari followers untuk mengumumkan atau mensosialisasikan suatu informasi.
2. Opinion leader pasif (opinion seeking)
Dalam hal ini followers aktif mencari sumber informasi kepada Opinion leader sehubungan dengan masalah yang tengah dihadapi.
C.    Cara Mengetahui Opinion leader
Tiga cara mengetahui adanya Opinion leader menurut Everett M. Rogers (1973):
1.  Metode sosiometrik
Di sini menurut jaringan komunikasi masyarakat ditanyakan kepada siapa mereka mencari informasi mengenai masalah yang dihadapi. Teknik ini adalah cara yang paling valid untuk menentukan siapa pemimpin masyarakat sesuai dengan pandangan para pengikutnya.  Berikut contoh gambar tentang munculnya Opinion leader dalam jaringan komunikasi pada beberapa keluarga:

Pada gambar (1) dan (2) kepala keluarga belum membentuk jaringan komunikasi. Pada gambar (2) kepala keluarga sudah mendapatkan informasi yang kemungkinan diterima dari berbagai macam saluran dan media. Gambar (3) sejumlah kepala keluarga membentuk jaringan komunikasi dengan bertanya kepada orang (pihak yang berada di tengah dan dikenai tanda panah atau Opinion leader)  yang dipercayai mereka sebagai usaha konfirmasi atas informasi yang didapatkannya.
2. Informants Rating
Masyarakat diberikan pertanyaan-pertanyaan tertentu pada responden yang dianggap sebagai key informants dalam masyarakat mengenai siapa yang dianggap masyarakat sebagai pemimpin mereka. Untuk memilih key informants sangat dibutuhkan kejelian karena harus mereka yang benar-benar sepantasnya dipilih. Biasanya di Amerika Latin yang biasanya menjadi key informants adalah pendeta yang dianggap bisa menjawab pertanyaan siapa-siapa yang berpengaruh di desanya.
3. Self Designing Method
Di metode ini kita mengajukan pertanyaan kepada responden dan minta ditunjukkan tendensi orang lain yang dapat menunjuk siapa-siapa yang diperkirakan mempunyai pengaruh. Validitas pertanyaan ini sangat tergantung pada ketepatan (akurasi) responden untuk mengidentifikasi dirinya sebagai pemimpin.
D.    Karakteristik Opinion leader
Karena Opinion leader adalah orang yang mempunyai keunggulan dari masyarakat kebanyakan, jadi ada karakteristik yang membedakan dirinya dengan orang lain yaitu:
·         Lebih tinggi pendidikan formalnya disbanding dengan anggota masyarakat lain.
·         Lebih tinggi status sosial ekonominya (SSE).
·         Lebih inovatif dalam menerima dan mengadopsi ide baru.
·         Lebih tinggi pengenalam mediannya (media exposure).
·         Kemampuan empatinya lebih besar.
·         Partisipasi sosial lebih besar.
·         Lebih kosmopolit (mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas).
Menurut Floyd Ruch, syarat seorang pemimpin atau Opinion leader yaitu:
·         Sosial perception, seorang pemimpin harus dapat memiliki ketajaman dalam menghadapi situasi.
·         Ability in abstract thinking, pemimpin harus memiliki kecakapan secara abstrak terhadap masalah yang dihadapi.
·         Emotional stability, pemimpin harus memiliki perasaan stabil, tidak mudah terkena pengaruh dari luar.
Pada umumnya Opinion leader itu lebih mudah menyesuaikan diri dengan masyarakatnya, lebih kompeten dan lebih tahu memelihara norma yang ada. Kemampuan dirinya memelihara norma menjadi suri tauladan yang diberikan kepada masyarakat. Jika suatu saat nanti masyarakat mengalami kemajuan yang berarti, maka peran Opinion leader lambat laun akan terkurangi atau mengalami pergeseran peran terhadap kasus-kasus tertentu.
E.     Monomorfik dan Poliomorfik Opinion leader
Merton, 1949 membagi pemuka pendapat atau opinon leader menjadi dua berdasarkan penguasaan materinya, yaitu:
1.  Monomorfik
Yaitu jika Opinion leader hanya menguasai satu permasalahan saja, pemimpin seperti ini hanya mampu mengatasi satu permasalahan yang ada di masyarakat.
2.  Polimorfik
Yaitu jika Opinion leader menguasai lebih dari satu permasalahan, pemimpin yang mampu mengatasi berbagai permasalahan yang ada di masyarakat.
Opinion leader yang ada di pedesaan sangat sulit dijumpai seseorang yang hanya menguasai satu permasalahan saja, jadi kepemimpinan ini polimorfik. Ini sangat dimungkinkan terjadi karena di desa jarang ada diferensiasi atas jabatan dan pekerjaan.
F.     Opinion leader dalam Sistem Komunikasi
Opinion leader merupakan salah satu unsur yang sangat mempengaruhi arus komunikasi, khususnya di pedesaan. Berbagai perubahan dan kemajuan masyarakat sangat ditentukan oleh peran opinion leader. Ketidakmampuan dalam mempengaruhi opinion leader pada akhirnya akan berdampak negatif terhadap program yang sedang dijalankan. Meskipun diakui tetua kampung atau opinion leader bukanlah manusia yang serba super dan tahu segalanya, tetapi kelebihannya adalah bahwa mereka dianggap orang yang lebih peka dan in group serta tahu adat kebiasaan masyarakat. Mereka mempunyai jiwa sosial yang tinggi yang setiap saat membantu perubahan sosial di lingkungannya.
Opinion leader juga lebih mempunyai gradasi hemofili yang lebih baik dengan pihak lain. Homofili adalah suatu tingkat dimana pasangan individu yang berinteraksi sepadan dalam hal tertentu, seperti kepercayaan, nilai-nilai, pendidikan atau status sosial. Jika homofili dalam sistem sosial itu tinggi, maka komunikasi akan mudah dilaksanakan. Di desa, warga masyarakat akan lebih cenderung berkomunikasi dengan mereka yang berasal dari tingkat kesenjangan pendidikannya tidak terlalu tinggi. Seperti halnya yang diakui Everett M. Rogers dan Shoemaker bahwa orang-orang yang paling tinggi status sosialnya (termasuk masalah pendidikan) dalam sistem sosial jarang sekali berinteraksi langsung dengan orang-orang yang paling rendah status sosialnya. Hasil penelitian Van de Ban (1963) di Belanda menemukan fakta bahwa apa yang dilakukan oleh opinion leadercenderung diikuti masyarakat. Opinion leader jelas sangat berpengaruh pada proses komunikasi disebabkan ciri, perilaku, dan kebiasaan yang melekat pada dirinya. Tentunya arus informasi masyarakat desa jelas sangat tergantung pada peran opinion leader tersebut.
G.    Opinion leader di Indonesia
Model-model arus informasi yang lebih mendekati untuk membahasopinion leader ini adalah model two steps flow. Media massa tidak langsung mengenai audience tetapi melalui pemimpin opininya dan kemudian pemimpin itu meneruskan informasi tersebut kepada pengikutnya. Seiring jalannya waktu, peran opinion leader semakin pudar dengan tingkat perkembangan media massa yang kian pesat dang tingkat “melek huruf” masyarakat meningkat. Opinion leader memang masih mempunyai pengaruh yang kuat dalam  mempengaruhi sikap dan perilaku pengikutnya, namun pengikutnya sering menentukan sikap dan perilakunya sendiri.
Media massa tidak lagi menjadi monopoli opinion leader saja, tapi masyarakat mempunyai kesempatan untuk menikmati media massa. Terpaan langsung yang diterima inilah yang nantinya akan ikut menentukan perilaku mereka. Model multitahap dalam perkembangannya bisa dijadikan model untuk menganalisis opinion leader. Tapi bagi yang tingkat “melek huruf” belum memadai model two steps flow masih relevan, namun bisa tidak relevan karena kadang pemimpin opini yang berada jauh di pelosok desa sama-sama tidak bisa mengakses media massa. Opinion leader adalah seseorang yang relatif dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk bertindak dalam cara tertentu secara informal. Mereka mempunyai pengaruh dalam proses penyebaran inovasi, bisa mempercepat diterimanya inovasi dan menghambat tersebarnya inovasi ke dalam sistem masyarakat (Everett M. Rogers dan Shoemaker, 1987).
H.    Opinion leader Dalam Kehidupan Politik
Dalam kehidupan politik, opinion leader adalah mereka yang mempunyai otoritas tinggi dan menentukan sikap dan perilaku pengikutnya. Hal ini disebabkan karena kewibawaan, ketundukan, kharisma dan mitos yang melekat padanya atau karena pengetahuan serta pengalaman yang melekat padanya. Contoh opinion leader dalam politik misalnya, Megawati (Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dan Gus Dur (Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa). Dikarenakan kedua orang itu bisa menentukan sikap dan perilaku pengikutnya pada gambar atau tokoh siapa aspirasi politik warga masing-masing harus menentukan pilihannya. Megawati bisa “memaksa” pengikutnya untuk memilih PDI-P apapun yang terjadi pada partai itu, dan Gus Dur bisa “menentukan” pengikutnya untuk terus mendukung dirinya di PKB. Berikut beberapa alasan yang mendorong mengapa Megawati dan Gus Dur dianggap opinion leader dalam politik:
1.      Mereka menjadi panutan pengikutnya dengan ketundukan irrasional. Artinya apa yang dilakukan kedua pemimpin itu, baik atau buruk, cenderung diikuti pengikutnya karena didasarkan pada kepemimpinan kharismatik.
2.      Mereka ikut menentukan apa yang harus dilakukan para pengikutnya. Jika mereka bilang massa harus bergerak ke kiri, mereka akan begerak ke kiri. Jika mereka bilang tidak, maka pengikutnya pun akan bilang tidak pula.
3.      Mereka mengukuhkan bahwa media massa punya pengaruh yang sangat kecil di dalam mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakatnya karena peran opinion leader mereka. Walaupun terpaan media terus menerus dengan menolak ide mereka, tetapi pengikut mereka lebih memilih mematuhi segala kehendak pemimpinya dengan mencari informasi pembenaran untuk mendukung dan mematuhi pendapat opinion leadernya.
Hubungan antara opinion leader dalam politik dengan masyarakat Indonesia adalah:
·      Opinion leader sangat berpengaruh di dalam mempengaruhi proses kebijakan politik di Indonesia. Misalnya beberapa kiai di desa-desa sangat menentukan tanda gambar apa yang dipilih oleh warga desa di daerah tersebut. Hal ini terjadi karena kiai memilih Partai Persatuan Pembangunan (PPP), bukan mustahil pengikutnya juga akan memilih partai itu. Apalagi jika sang kiai selalu memakai ayat-ayat suci untuk melegitimasi pilihannya.
·      Opinion leader ini juga bisa menolak kebijakan pemerintah. Di era Orba, pemerintah gencar untuk kampanye Golkar yang merupakan satu-satunya partai penguasa yang disponsori pemerintah. Dengan memakai sistem floating mass nyaris setiap daerah diharuskan memilih Golkar. Misalnya peran K.H Alawy Muhammad di Madura yang mendukung PPP, perilaku kiai ini jelas menolak kebijakan pemerintah yang memaksa masyarakat untuk memilih Golkar.
·      Opinion leader tidak boleh dipandang sebelah mata agar berbagai keinginan pemerintah bisa berhasil. Keberhasilan pemerintah tidak lain atas dukungan Opinion leader juga, karena kunci utama keberhasilan program pemerintah terutama di desa-desa terletak juga di pundak opinion leader tadi.
I.       Opinion Leader Dalam Kehidupan Sosial
Peran opinion leader dalam kehidupan sosial dapat tercermin dalam suskes tidaknya program Keluarga Berencana (KB) yang dikampanyekan pemerintah tahun 70-an. Kesuksesan program ini tidak lepas dari peranan Opinion leader yang mendukung. Misalnya sebuah kantor Kepala Desa di Bantul, Yogyakarta secara terang-terangan ditulis bahwa para kiai dan tokoh masyarakat lain mendukung dan menghalalkan  gerakan program KB pemerintah. Ini bisa dilihat dari penurunan angka kelahiran rata-rata penduduk di Indonesia. Periode 1961-1971 pertumbuhan penduduk sebesar 2,1%, periode 1971-1980 sebesar 2,32% dan periode 1980-1990 menjadi 1,98% (Masri Singarimbun, 1996:3). Meskipun Masri Singarimbun tidak menyebutkan secara eksplisit apa yang mempengaruhi penurunan angka tersebut, namun dalam hal iniOpinion leader tidak bisa dianggap remeh dalam hal mempengaruhinya. Opinion leader menjadi faktor utama berhasil tidaknya penurunan angka kelahiran yang menjadi salah satu program KB. Jika program tersebut tidak mendapat dukungan dari Opinion leader, sekuat apapun keinginan pemerintah dengan cara apapun masyarakat tentu menganggap KB merupakan program baru yang justru membatasi anak. Padahal di desa berkembang filsafat hidup yaitu banyak anak banyak rezeki.
J.      Masa Depan Opinion Leader di Indonesia
Beberapa point penting yang akan menjadi pertanyaan kita kemudian adalah bagaimana masa depan kepemimpinian opinion leader di Indonesia, yaitu:
·         Masuknya teknologi komunikasi di pedesaan telah menyebabkan munculnya jarak sosial antara opinion leader dengan masyarakatnya. Masuknya teknologi baru membutuhkan keahlian dan pengetahuan baru yang biasanya dikuasai oleh kaum muda, sehingga peran opinion leader lambat laun akan cepat berkurang. Dahulu dalam bercocok tanam masyarakat biasa meminta nasihat kepada opinion leader, namun sejak adanya teknologi masyarakat mengalihkan kepercayaan pada teknologi tersebut.
·         Dengan masuknya teknologi komunikasi pula, hubungan intim yang selama ini terbina antara opnion leader dengan masyarakat atau antara masyarakat itu sendiri mulai berkurang. Misalnya acara pengajian, penyebarluasan informasi yang biasa dilakukan secara tatap muka sudah bisa didapatkan lewat saluran komunikasi massa. Bisa dinikmati lewat televisi dan radio, jelas ini akan mengurangi hubungan intim antara satu dan yang lainnya. Dampaknya, peran opinion leader akan semakin berkurang atau bahkan semakin ditinggalkan untuk menjawab berbagai persoalan.
·         teknologi yang masuk ke desa telah mengubah muatan penting dalam komunikasi.Sebelum teknologi masuk, hubungan antara masyarakat didasarkan pada perasaa memiliki dan rela berkorban, namun setelah teknologi masuk mengubah pola komunikasi tersebut menjadi lebih didasarkan pada suasana saling menguntungkan. Sebab, teknologi komunikasi mengubah budaya masyarakat menjadi lebih konsumtif. Tak tertutup kemungkinan hubungan antara opinion leader dengan masyarakat didasarkan pada usaha mencari keuntungan. Misalnya, opinion leader yang mau memberikan nasihatnya dengan diikuti imbalan materi.
·         Meskipun terancam keberadaannya, baik yang disebabkan oleh tingkat pendidikan masyarakat yang kian meningkat atau masuknya teknologi komunikasi, opinion leader di Indonesia masih sangat berperan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku pengikutnya di desa. Opinion leader tidak hanya bisa memberikan pengaruh dalam hal yang sedang dihadapi masyarakat desa, tetapi juga bisa mempengaruhi sikap dan perilaku memilih dalam politik dan tidak sedikit pula yang mempunyai pengaruh dalam kehidupan sosial.
Beberapa ciri opinion leader beserta proses komuniasi yang dijalankan, yaitu:
·         komunikasi interpersonal mempunyai struktur jaringan yang tertentu (kerabat, keluarga besar, dan suku) yang sangat kuat, karena ikatan yang telah lama ada, kebiasaan-kebiasaan setempat yang telah lama tertanam dan setiap struktur mempunyai opinion leadernya masing-masing.
·         komunikasi di Indonesia ditandai oleh ciri-ciri sitem komunikasi feodal yaitu ada garis hierarki yang ketat sebagai bawaan dari sistem tradisional. Opinion leader jelas mempunyai pengaruh sementara arus komunikasi condong berjalan satu arah.
·         Opinion leader ini dianggap telah dikenali dan dapat diketahui dengan mudah dari fungsi mereka masing-masing dalam pranata-pranata informal yang telah berakar dalam masyarakat seperti alim ulama, pemuka adat, guru, dan dukun.
·          Jaringan komunikasi yang ada dalam masyarakat juga dengan sendirinya dianggap telah dikenali pula. Jaringan yang berkaitan dengan masing-masing jenis pranata atau opinion leader tersebut seperti jaringan atau jalur komunikasi keagamaan, adat, pendidikan informal, dan kesehatan tradisional.
·         Opinion leader tidak hanya mereka yang memegang fungsi dalam pranata informal masyarakat, namun juga pemimpin-pemimpin formal termasuk yang menempati kedudukan karena ditunjuk dari luar (dokter, guru sekolah, dan pamong praja).
·         Opinion leader di Indonesia dianggap berifat polimorfik, yaitu serba tahu atau menjadi tempat menanyakan segala hal. Ini karena kecenderungan untuk menyalurkan segala macam informasi (politik, pertanian, keluarga berencana, wabah) kepada para opinion leader yang sama.
·         Opinion leader pasti akan meneruskan informasi yang diterimanya kepada pengikutnya, meskipun dengan perubahan-perubahan. Opinion leader ini juga cukup dekat dengan jaringan pengikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar