Komunikasi yang terbagi menjadi empat level jika
diamati akan melibatkan peran Opinion leader. Pada level interpersonal,
sekalipun sangat terbatas pasti tetap ada peran Opinion leader. Begitu
juga dalam komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan
komunikasi massa. Pada komunikasi massa, Opinion leader secara
langsung akan diduduki oleh pelaku komunikasi oganisasi, demikian juga
komunikasi organisasi memiliki Opinion leader dari level- level
dibawahnya. Hal yang mendasar yaitu bahwa Opinion leader memiliki
posisi yang cukup kuat untuk mempengaruhi khalayak. Kekuatan itu dapat berasal
dari faktor budaya, agama atau pengalaman. Peranan Opinion leader dalam
sistem komunikasi akan paparkan berikut.
A.
Model
Arus Komunikasi
Menurut Sardjono (1989) dalam proses komunikasi
dikenal empat model arus alir pesan, yaitu model jarum injeksi (hypodermic
needle model), model alir satu tahap (one step flow model), model alir dua
tahap (two steps flow model) dan model alir banyak tahap (multy steps flow
model). Kesemua model arus alir tersebut mempunyai ciri khas dan pola peredaran
komunikasinya yang berbeda satu sama lain. Di sini kita mempelajari letak
pemimpin Opinion leader dan bagaimana mereka mempengaruhi audience dalam
arus utama komunikasi.
1. Model
Jarum Injeksi (hypodermic needle model)
Model ini mempunyai arus komunikasi yang berjalan
satu arah yang berasumsi bahwa khalayak itu besikap pasif terhadap berbagai
macam informasi yang disebarkan media massa. Sebaliknya media aktif untuk
mempengaruhi audience. Ditinjau dari segi efeknya, pesan media di model
ini sangatlah kuat. Menurut Elihu Katz model ini mempunyai ciri yang menarik,
yaitu:
·
Media massa memiliki kekuatan yang luar
biasa besarnya, apapun informasi yang datang dari media kepada khalayaknya akan
selalu mengenai audience.
·
Mass audience dianggap seperti
atom-atom yang terpisah satu sama lain serta tidak saling berhubungan dengan
media massa. Jika mass audience mempunyai pendapat yang sama tentang
suatu persoalan, maka hal ini bukan karena mereka berhubungan satu sama lain,
melainkan mereka memperoleh pesan yang sama dari satu media.
·
Model ini menyimpulkan bahwa manusia itu
berada dalam “tempurung kelapa” yang tidak pernah berhubungan dengan orang lain
mengenai suatu pesan namun pesan tersebut berasal dari media. Realitas sejarah
model ini yaitu:
·
Peranan koran-koran Amerika yang
berhasil menciptakan opini publik yang positif ketika pecah perang dengan
Spanyol pada tahun 1898, karena koran-koran tersebut mampu membuat penduduk
membedakan siapa kawan dan siapa lawan.
·
Berhasilnya mesin propaganda Goebbels
pada Perang Dunia ke II. Media digunakan untuk propaganda memenangkan perang.
Seperti ungkapan Deutsch Uber Alles yaitu “Jerman diatas segala-galanya” dan
“Jerman Bangsa Mulia”, ungkapan ini efektif untuk mempengaruhi benak masyarakat
agar mendukung kebijakan Nazi Hitler.
·
Pengaruh Madison Avenue atas perilaku
konsumen serta dalam pemungutan suara.
2.
Model Alir Satu Tahap
Kesamaan model ini dengan model sebelumnya yaitu
saluran media massa langsung berhubungan dengan audience-nya. Dengan kata
lain pesan media mengalir tanpa perantara. Perbedaan antara kedua model
tersebut adalah:
·
model ini mengakui bahwa media massa
bukanlah all powerful dan tidak semua media mempunyai kekuatan yang
sama. Sedangkan model jarum hipodermik menganggap media massa all powerful dan
menganggap semua media mempunyai kekuatan sama dalam mempengaruhi audience-nya.
·
pesan-pesan yang diterima sangat
tergantung pada sistem seleksi yang ada pada masing-masing audience.
Adapun model jarum hipodermikimpact pesan hampir tidak ada karena dianggap
mempunyai kesamaan dalam sistem seleksi.
·
model ini mempengaruhi kemungkinan
timbulnya reaksi yang berada di kalangan audience terhadap
pesan-pesan media yang sama. Artinya pesan yang sama yang diterima oleh audience belum
tentu menimbulkan reaksi yang sama. Sedangkan model sebelumnya mengasumsikan
bahwa pesan yang sama akan menimbulkan reaksi yang sama.
3. Model
Alir Dua Tahap
Asumsinya adalah pesan-pesan media massa tidak
seluruhnya langsung mengenai audience karena adanya pihak-pihak
tertentu yang membawa pesan dari media untuk diteruskan ke masyarakat.
Pihak-pihak tersebut dikenal dengan nama Opinion leader. Model ini disebut
alir dua tahap karena memang ada dua tahap dalam penyebaran informasi kepada
masyarakat. Tahap pertama adalah pesan media kepada Opinion leader, kedua
adalah pesan Opinion leader kepada audience atau followers.Opinion
leader lebih banyak bersentuhan dengan media massa dibandingkan followers karena
ia mempunyai kelebihan dalam hal kemampuannya mengakses pesan media.
4. Model
Alir Banyak Tahap
Model ini merupakan gabungan dari model yang sudah
disebutkan sebelumnya. Artinya bahwa pesan-pesan media massa menyebar kepadaaudience melalui
interaksi yang kompleks. Media mencapai audiencedapat secara langsung
maupun tidak langsung melalui relaying(penerusan) secara beranting melui Opinion
leader maupun melalui situasi saling berhubungan antara sesama anggota audience.
Bisa dikatakan bahwa Opinion leader menemukan bentuknya secara khusus
pada model dua tahap dan secara umum pada model ini.
B.
Sejarah Opinion
leader
Intelektual Amerika
begitu ketakutan ketika model jarum hipodermik telah mencapai sasaran secara
jelas dengan implikasi munculnya Perang Dunia I yang dihembuskan oleh Adolf
Hitler. Model itu dianggap sebagai cara ampuh membangkitkan “kemarahan” massa.
Begitu kuat peran media dalam mempengaruhi massa. Untuk itu, Paul Lazzarfeld
mengkaji kembali kapasitas media massa dalam membawakan perubahan-perubahan.
Penelitian di Ery Country, Ohio, Amerika Serikat tentang “perilaku pemilih”
dalam memilih presiden 1940 menunjukkan hasil yang sangat kontras. Ditemukan
fakta bahwa media mempunyai peran sangat kecil dam terbatas dalam mempengaruhi
perilaku pemilih. Hasil ini mematahkan model jarum hepidermik yang selama ini
diakui keampuhannya.
Riset menunjukan hampir tidak ada pemungutan suara
yang secara langsung dipengaruhi oleh media. Ide-ide mengalir dari radio dan
barang cetakan lain kepada Opinion leader dan baru diteruskan ke audience.
Disini menunjukan betapa besarnya pengaruh Opinion leadermempengaruhi
masyarakat pemilih. Dari sini pula berkembang teori tentang peranan Opinion
leader dalam masyrakat. Sebelumnya kataOpinion leader disebut dengan
istilah influentials, influencers atau tastemakers. Kata Opinion leader kemudian
lebih lekat dengan masyarakat pedesaan karena tingkat media exposure-nya yang
masih rendah dan tingkat pendidikan yang masih standar. Akses media lebih
dimungkinkan dari mereka yang mempunyai tingkat pemahaman tinggi dan kebutuhan
akan media tidak rendah. Secara tidak langsung menjadi perantara berbagai
informasi yang diterimanya dan diteruskan kepada masyarakat. Opinion
leader sering terkena media exposure di masyarakat desa dan mereka sangat
dipercaya untuk menjadi panutan bagi masyarakatnya. Berdasarkan aktif tidakknya Opinion
leader pengelompokannya dibagi menjadi dua:
1. Opinion leader aktif
(opinion giving)
Karena Opinion
leader tersebut sengaja mencari followers untuk mengumumkan atau
mensosialisasikan suatu informasi.
2. Opinion leader pasif
(opinion seeking)
Dalam hal ini followers aktif
mencari sumber informasi kepada Opinion leader sehubungan dengan
masalah yang tengah dihadapi.
C.
Cara
Mengetahui Opinion leader
Tiga cara mengetahui adanya Opinion leader menurut
Everett M. Rogers (1973):
1. Metode
sosiometrik
Di sini menurut jaringan komunikasi masyarakat
ditanyakan kepada siapa mereka mencari informasi mengenai masalah yang
dihadapi. Teknik ini adalah cara yang paling valid untuk menentukan siapa
pemimpin masyarakat sesuai dengan pandangan para pengikutnya. Berikut
contoh gambar tentang munculnya Opinion leader dalam jaringan
komunikasi pada beberapa keluarga:
Pada gambar (1) dan (2) kepala keluarga belum
membentuk jaringan komunikasi. Pada gambar (2) kepala keluarga sudah
mendapatkan informasi yang kemungkinan diterima dari berbagai macam saluran dan
media. Gambar (3) sejumlah kepala keluarga membentuk jaringan komunikasi dengan
bertanya kepada orang (pihak yang berada di tengah dan dikenai tanda panah atau Opinion
leader) yang dipercayai mereka sebagai usaha konfirmasi atas informasi
yang didapatkannya.
2.
Informants Rating
Masyarakat diberikan pertanyaan-pertanyaan tertentu
pada responden yang dianggap sebagai key informants dalam masyarakat
mengenai siapa yang dianggap masyarakat sebagai pemimpin mereka. Untuk memilih key
informants sangat dibutuhkan kejelian karena harus mereka yang benar-benar
sepantasnya dipilih. Biasanya di Amerika Latin yang biasanya menjadi key
informants adalah pendeta yang dianggap bisa menjawab pertanyaan
siapa-siapa yang berpengaruh di desanya.
3.
Self Designing Method
Di metode ini kita mengajukan pertanyaan kepada
responden dan minta ditunjukkan tendensi orang lain yang dapat menunjuk
siapa-siapa yang diperkirakan mempunyai pengaruh. Validitas pertanyaan ini
sangat tergantung pada ketepatan (akurasi) responden untuk mengidentifikasi
dirinya sebagai pemimpin.
D.
Karakteristik Opinion
leader
Karena Opinion leader adalah orang yang
mempunyai keunggulan dari masyarakat kebanyakan, jadi ada karakteristik yang
membedakan dirinya dengan orang lain yaitu:
·
Lebih tinggi pendidikan formalnya
disbanding dengan anggota masyarakat lain.
·
Lebih tinggi status sosial ekonominya
(SSE).
·
Lebih inovatif dalam menerima dan
mengadopsi ide baru.
·
Lebih tinggi pengenalam mediannya (media
exposure).
·
Kemampuan empatinya lebih besar.
·
Partisipasi sosial lebih besar.
·
Lebih kosmopolit (mempunyai wawasan dan
pengetahuan yang luas).
Menurut Floyd Ruch, syarat seorang pemimpin atau Opinion
leader yaitu:
·
Sosial perception, seorang pemimpin
harus dapat memiliki ketajaman dalam menghadapi situasi.
·
Ability in abstract thinking, pemimpin harus
memiliki kecakapan secara abstrak terhadap masalah yang dihadapi.
·
Emotional stability, pemimpin harus
memiliki perasaan stabil, tidak mudah terkena pengaruh dari luar.
Pada umumnya Opinion leader itu lebih
mudah menyesuaikan diri dengan masyarakatnya, lebih kompeten dan lebih tahu
memelihara norma yang ada. Kemampuan dirinya memelihara norma menjadi suri
tauladan yang diberikan kepada masyarakat. Jika suatu saat nanti masyarakat
mengalami kemajuan yang berarti, maka peran Opinion leader lambat
laun akan terkurangi atau mengalami pergeseran peran terhadap kasus-kasus
tertentu.
E.
Monomorfik
dan Poliomorfik Opinion leader
Merton, 1949 membagi pemuka pendapat atau opinon
leader menjadi dua berdasarkan penguasaan materinya, yaitu:
1. Monomorfik
Yaitu jika Opinion leader hanya menguasai
satu permasalahan saja, pemimpin seperti ini hanya mampu mengatasi satu
permasalahan yang ada di masyarakat.
2. Polimorfik
Yaitu jika Opinion leader menguasai lebih
dari satu permasalahan, pemimpin yang mampu mengatasi berbagai permasalahan
yang ada di masyarakat.
Opinion leader yang ada di pedesaan sangat
sulit dijumpai seseorang yang hanya menguasai satu permasalahan saja, jadi
kepemimpinan ini polimorfik. Ini sangat dimungkinkan terjadi karena di desa
jarang ada diferensiasi atas jabatan dan pekerjaan.
F.
Opinion
leader dalam Sistem Komunikasi
Opinion leader merupakan salah satu unsur yang
sangat mempengaruhi arus komunikasi, khususnya di pedesaan. Berbagai perubahan
dan kemajuan masyarakat sangat ditentukan oleh peran opinion leader.
Ketidakmampuan dalam mempengaruhi opinion leader pada akhirnya akan
berdampak negatif terhadap program yang sedang dijalankan. Meskipun diakui
tetua kampung atau opinion leader bukanlah manusia yang serba super
dan tahu segalanya, tetapi kelebihannya adalah bahwa mereka dianggap orang yang
lebih peka dan in group serta tahu adat kebiasaan masyarakat. Mereka
mempunyai jiwa sosial yang tinggi yang setiap saat membantu perubahan sosial di
lingkungannya.
Opinion leader juga lebih mempunyai gradasi
hemofili yang lebih baik dengan pihak lain. Homofili adalah suatu tingkat
dimana pasangan individu yang berinteraksi sepadan dalam hal tertentu, seperti
kepercayaan, nilai-nilai, pendidikan atau status sosial. Jika homofili dalam sistem
sosial itu tinggi, maka komunikasi akan mudah dilaksanakan. Di desa, warga
masyarakat akan lebih cenderung berkomunikasi dengan mereka yang berasal dari
tingkat kesenjangan pendidikannya tidak terlalu tinggi. Seperti halnya yang
diakui Everett M. Rogers dan Shoemaker bahwa orang-orang yang paling tinggi
status sosialnya (termasuk masalah pendidikan) dalam sistem sosial jarang
sekali berinteraksi langsung dengan orang-orang yang paling rendah status
sosialnya. Hasil penelitian Van de Ban (1963) di Belanda menemukan fakta bahwa
apa yang dilakukan oleh opinion leadercenderung diikuti masyarakat. Opinion
leader jelas sangat berpengaruh pada proses komunikasi disebabkan ciri,
perilaku, dan kebiasaan yang melekat pada dirinya. Tentunya arus informasi masyarakat
desa jelas sangat tergantung pada peran opinion leader tersebut.
G.
Opinion
leader di Indonesia
Model-model arus informasi yang lebih mendekati
untuk membahasopinion leader ini adalah model two steps flow. Media
massa tidak langsung mengenai audience tetapi melalui pemimpin
opininya dan kemudian pemimpin itu meneruskan informasi tersebut kepada
pengikutnya. Seiring jalannya waktu, peran opinion leader semakin
pudar dengan tingkat perkembangan media massa yang kian pesat dang tingkat
“melek huruf” masyarakat meningkat. Opinion leader memang masih
mempunyai pengaruh yang kuat dalam mempengaruhi sikap dan perilaku
pengikutnya, namun pengikutnya sering menentukan sikap dan perilakunya sendiri.
Media massa tidak lagi menjadi monopoli opinion
leader saja, tapi masyarakat mempunyai kesempatan untuk menikmati media
massa. Terpaan langsung yang diterima inilah yang nantinya akan ikut menentukan
perilaku mereka. Model multitahap dalam perkembangannya bisa dijadikan model
untuk menganalisis opinion leader. Tapi bagi yang tingkat “melek huruf”
belum memadai model two steps flow masih relevan, namun bisa tidak
relevan karena kadang pemimpin opini yang berada jauh di pelosok desa sama-sama
tidak bisa mengakses media massa. Opinion leader adalah seseorang yang
relatif dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk bertindak
dalam cara tertentu secara informal. Mereka mempunyai pengaruh dalam proses
penyebaran inovasi, bisa mempercepat diterimanya inovasi dan menghambat
tersebarnya inovasi ke dalam sistem masyarakat (Everett M. Rogers dan
Shoemaker, 1987).
H.
Opinion
leader Dalam Kehidupan Politik
Dalam kehidupan
politik, opinion leader adalah mereka yang mempunyai otoritas tinggi
dan menentukan sikap dan perilaku pengikutnya. Hal ini disebabkan karena
kewibawaan, ketundukan, kharisma dan mitos yang melekat padanya atau karena
pengetahuan serta pengalaman yang melekat padanya. Contoh opinion leader dalam
politik misalnya, Megawati (Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
dan Gus Dur (Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa). Dikarenakan kedua
orang itu bisa menentukan sikap dan perilaku pengikutnya pada gambar atau tokoh
siapa aspirasi politik warga masing-masing harus menentukan pilihannya.
Megawati bisa “memaksa” pengikutnya untuk memilih PDI-P apapun yang terjadi
pada partai itu, dan Gus Dur bisa “menentukan” pengikutnya untuk terus
mendukung dirinya di PKB. Berikut beberapa alasan yang mendorong mengapa
Megawati dan Gus Dur dianggap opinion leader dalam politik:
1. Mereka
menjadi panutan pengikutnya dengan ketundukan irrasional. Artinya apa yang
dilakukan kedua pemimpin itu, baik atau buruk, cenderung diikuti pengikutnya
karena didasarkan pada kepemimpinan kharismatik.
2. Mereka
ikut menentukan apa yang harus dilakukan para pengikutnya. Jika mereka bilang
massa harus bergerak ke kiri, mereka akan begerak ke kiri. Jika mereka bilang
tidak, maka pengikutnya pun akan bilang tidak pula.
3. Mereka
mengukuhkan bahwa media massa punya pengaruh yang sangat kecil di dalam
mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakatnya karena peran opinion leader mereka.
Walaupun terpaan media terus menerus dengan menolak ide mereka, tetapi pengikut
mereka lebih memilih mematuhi segala kehendak pemimpinya dengan mencari
informasi pembenaran untuk mendukung dan mematuhi pendapat opinion leadernya.
Hubungan antara opinion
leader dalam politik dengan masyarakat Indonesia adalah:
· Opinion
leader sangat berpengaruh di dalam mempengaruhi proses kebijakan politik
di Indonesia. Misalnya beberapa kiai di desa-desa sangat menentukan tanda
gambar apa yang dipilih oleh warga desa di daerah tersebut. Hal ini terjadi
karena kiai memilih Partai Persatuan Pembangunan (PPP), bukan mustahil
pengikutnya juga akan memilih partai itu. Apalagi jika sang kiai selalu memakai
ayat-ayat suci untuk melegitimasi pilihannya.
· Opinion
leader ini juga bisa menolak kebijakan pemerintah. Di era Orba, pemerintah
gencar untuk kampanye Golkar yang merupakan satu-satunya partai penguasa yang
disponsori pemerintah. Dengan memakai sistem floating mass nyaris
setiap daerah diharuskan memilih Golkar. Misalnya peran K.H Alawy Muhammad di
Madura yang mendukung PPP, perilaku kiai ini jelas menolak kebijakan pemerintah
yang memaksa masyarakat untuk memilih Golkar.
· Opinion
leader tidak boleh dipandang sebelah mata agar berbagai keinginan
pemerintah bisa berhasil. Keberhasilan pemerintah tidak lain atas dukungan Opinion
leader juga, karena kunci utama keberhasilan program pemerintah terutama
di desa-desa terletak juga di pundak opinion leader tadi.
I.
Opinion
Leader Dalam Kehidupan Sosial
Peran opinion
leader dalam kehidupan sosial dapat tercermin dalam suskes tidaknya
program Keluarga Berencana (KB) yang dikampanyekan pemerintah tahun 70-an.
Kesuksesan program ini tidak lepas dari peranan Opinion leader yang
mendukung. Misalnya sebuah kantor Kepala Desa di Bantul, Yogyakarta secara
terang-terangan ditulis bahwa para kiai dan tokoh masyarakat lain mendukung dan
menghalalkan gerakan program KB pemerintah. Ini bisa dilihat dari
penurunan angka kelahiran rata-rata penduduk di Indonesia. Periode 1961-1971
pertumbuhan penduduk sebesar 2,1%, periode 1971-1980 sebesar 2,32% dan periode
1980-1990 menjadi 1,98% (Masri Singarimbun, 1996:3). Meskipun Masri Singarimbun
tidak menyebutkan secara eksplisit apa yang mempengaruhi penurunan angka
tersebut, namun dalam hal iniOpinion leader tidak bisa dianggap remeh
dalam hal mempengaruhinya. Opinion leader menjadi faktor utama berhasil
tidaknya penurunan angka kelahiran yang menjadi salah satu program KB. Jika
program tersebut tidak mendapat dukungan dari Opinion leader, sekuat
apapun keinginan pemerintah dengan cara apapun masyarakat tentu menganggap KB
merupakan program baru yang justru membatasi anak. Padahal di desa berkembang
filsafat hidup yaitu banyak anak banyak rezeki.
J.
Masa
Depan Opinion Leader di Indonesia
Beberapa point penting
yang akan menjadi pertanyaan kita kemudian adalah bagaimana masa depan
kepemimpinian opinion leader di Indonesia, yaitu:
·
Masuknya teknologi komunikasi di
pedesaan telah menyebabkan munculnya jarak sosial antara opinion leader dengan
masyarakatnya. Masuknya teknologi baru membutuhkan keahlian dan pengetahuan
baru yang biasanya dikuasai oleh kaum muda, sehingga peran opinion leader lambat
laun akan cepat berkurang. Dahulu dalam bercocok tanam masyarakat biasa meminta
nasihat kepada opinion leader, namun sejak adanya teknologi masyarakat
mengalihkan kepercayaan pada teknologi tersebut.
·
Dengan masuknya teknologi komunikasi
pula, hubungan intim yang selama ini terbina antara opnion leader dengan
masyarakat atau antara masyarakat itu sendiri mulai berkurang. Misalnya acara
pengajian, penyebarluasan informasi yang biasa dilakukan secara tatap muka
sudah bisa didapatkan lewat saluran komunikasi massa. Bisa dinikmati lewat
televisi dan radio, jelas ini akan mengurangi hubungan intim antara satu dan
yang lainnya. Dampaknya, peran opinion leader akan semakin berkurang atau
bahkan semakin ditinggalkan untuk menjawab berbagai persoalan.
·
teknologi yang masuk ke desa telah
mengubah muatan penting dalam komunikasi.Sebelum teknologi masuk, hubungan
antara masyarakat didasarkan pada perasaa memiliki dan rela berkorban, namun
setelah teknologi masuk mengubah pola komunikasi tersebut menjadi lebih
didasarkan pada suasana saling menguntungkan. Sebab, teknologi komunikasi
mengubah budaya masyarakat menjadi lebih konsumtif. Tak tertutup kemungkinan
hubungan antara opinion leader dengan masyarakat didasarkan pada
usaha mencari keuntungan. Misalnya, opinion leader yang mau
memberikan nasihatnya dengan diikuti imbalan materi.
·
Meskipun terancam keberadaannya, baik
yang disebabkan oleh tingkat pendidikan masyarakat yang kian meningkat atau
masuknya teknologi komunikasi, opinion leader di Indonesia masih
sangat berperan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku pengikutnya di desa. Opinion
leader tidak hanya bisa memberikan pengaruh dalam hal yang sedang dihadapi
masyarakat desa, tetapi juga bisa mempengaruhi sikap dan perilaku memilih dalam
politik dan tidak sedikit pula yang mempunyai pengaruh dalam kehidupan sosial.
Beberapa ciri opinion
leader beserta proses komuniasi yang dijalankan, yaitu:
·
komunikasi interpersonal mempunyai
struktur jaringan yang tertentu (kerabat, keluarga besar, dan suku) yang sangat
kuat, karena ikatan yang telah lama ada, kebiasaan-kebiasaan setempat yang
telah lama tertanam dan setiap struktur mempunyai opinion leadernya
masing-masing.
·
komunikasi di Indonesia ditandai oleh
ciri-ciri sitem komunikasi feodal yaitu ada garis hierarki yang ketat sebagai
bawaan dari sistem tradisional. Opinion leader jelas mempunyai
pengaruh sementara arus komunikasi condong berjalan satu arah.
·
Opinion leader ini dianggap telah
dikenali dan dapat diketahui dengan mudah dari fungsi mereka masing-masing
dalam pranata-pranata informal yang telah berakar dalam masyarakat seperti alim
ulama, pemuka adat, guru, dan dukun.
·
Jaringan
komunikasi yang ada dalam masyarakat juga dengan sendirinya dianggap telah
dikenali pula. Jaringan yang berkaitan dengan masing-masing jenis pranata atau opinion
leader tersebut seperti jaringan atau jalur komunikasi keagamaan, adat,
pendidikan informal, dan kesehatan tradisional.
·
Opinion leader tidak hanya mereka
yang memegang fungsi dalam pranata informal masyarakat, namun juga
pemimpin-pemimpin formal termasuk yang menempati kedudukan karena ditunjuk dari
luar (dokter, guru sekolah, dan pamong praja).
·
Opinion leader di Indonesia
dianggap berifat polimorfik, yaitu serba tahu atau menjadi tempat menanyakan
segala hal. Ini karena kecenderungan untuk menyalurkan segala macam informasi
(politik, pertanian, keluarga berencana, wabah) kepada para opinion leader yang
sama.
·
Opinion leader pasti akan
meneruskan informasi yang diterimanya kepada pengikutnya, meskipun dengan
perubahan-perubahan. Opinion leader ini juga cukup dekat dengan jaringan pengikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar